“Anggaran Rp 40 miliar itu sebaiknya menjadi SILPA 2024 dan dilanjutan pada pembahasan APBA-P tahun 2025. Anggaran untuk masyarakat korban konflik sebaiknya dianggarkan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat sehingga mendongkrak tinggkat pendapatannya,” sebutnya.
Jika Dinas Pendidikan Aceh tetap melanjutkan pengadaan Smart Board tersebut maka dikhawatirkan terjadinya mark-up atau penggelembungan harga.
“Kejadian tersebut dapat saja terjadi mengingat pengadaan dengan E-Katalog tanpa proses tender. Hasil penelusuran Tim TTI pada market place terdapat perbedaan harga yang sangat mencolok yaitu harga per unitnya antara Rp 50 juta – Rp 95 juta sungguh fantastis, diduga bisa mark up harga hingga 100%,” tegas Nasruddin.