“Dengan sengaja mengabaikan fakta persidangan sangat penting tersebut, bahwa Jokowi yang memberi perintah kepada Tom Lembong untuk melakukan impor gula, dapat diartikan Jaksa dan Hakim telah melakukan mufakat jahat untuk kriminalisasi Tom Lembong, dan menjatuhkan vonis hukuman penjara 4,5 tahun,” timpalnya.
Pengakuan Jokowi bahwa dia sebagai presiden yang memberi perintah kepada Tom Lembong terkait kebijakan importasi gula, seperti disebutkan dalam fakta persidangan, membuktikan bahwa kriminalisasi kepada Tom Lembong adalah nyata, bukan isapan jempol, bukan ilusi. Tetapi nyata.
Sebagai konsekuensi, semua jaksa penuntut dan majelis hakim yang menangani perkara ini, temasuk tim audit investigasi BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), dan juga termasuk Jokowi, harus diselidiki atas kriminalisasi kasus hukum Tom Lembong ini.
“Karena, menurut mantan Jaksa Agung Herdarman Supandji, kriminalisasi terhadap hukum, aparat penegak hukum, atau lembaga hukum adalah bentuk tindakan kriminal. Oleh karena itu harus diselidiki,” bebernya.
Di sisi lain, pengakuan Jokowi bahwa dia yang memberi perintah importasi gula kepada Tom Lembong, setelah Presiden Prabowo memberi abolisi, mencerminkan watak Jokowi yang sesungguhnya, buruk dan licik.
“Dengan pengakuan ini, Jokowi mau cuci tangan bahwa dia tidak terlibat dalam kriminalisasi Tom Lembong. Dalam hal ini, Jokowi telah mengorbankan jaksa penuntut dan para hakim, sebagai pihak yang melakukan kriminalisasi terhadap Tom Lembong,” katanya.
Perilaku Jokowi ini sekaligus peringatan kepada para buzzeRp Jokowi agar siap-siap mental, setiap saat dapat dikorbankan. Dengan mendompleng abolisi, dan baru mengakui sebagai pihak yang memberi perintah impor gula kepada Tom Lembong, setelah vonis dan setelah abolisi diberikan, Jokowi hanya mau membersihkan namanya berada di balik kriminalisasi kasus Tom Lembong.
“Pengakuan Jokowi sangat terlambat. Sebaliknya, pengakuaan Jokowi malah membuka awan gelap bahwa kasus Tom Lembong jelas merupakan kasus kriminalisasi,” jelasnya.