Mereka menyatakan bahwa Komando Daerah Militer Khusus 8 dan 9 Kamboja “telah dihancurkan”.
Sesaat setelah pertempuran berlangsung, Thailand menutup semua pintu perbatasannya dengan Kamboja. Kemudian, Kedutaan Besar Thailand di Phnom Penh mendesak warga negara Thailand untuk meninggalkan Kamboja.
Bagaimana kronologi versi Kamboja?
Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja menuduh Thailand sengaja melancarkan serangan udara guna menduduki wilayah Kamboja.
Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja menyebut tindakan Thailand sebagai “agresi militer yang brutal dan ilegal” dan “pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, norma-norma ASEAN, dan prinsip-prinsip inti hukum internasional”.
Kementerian tersebut juga mengklaim bahwa jet tempur Thailand menjatuhkan dua bom di wilayah yang dikuasai Kamboja ketika bentrokan antara kedua negara meningkat pada Kamis (24/07) pagi.
“Tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan tidak bertanggung jawab ini tidak hanya menimbulkan ancaman serius bagi perdamaian dan stabilitas regional, tetapi juga merusak fondasi tatanan internasional,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja, Maly Socheata.
Kementerian tersebut lebih lanjut memperingatkan bahwa militer sepenuhnya siap untuk mempertahankan kedaulatan Kamboja “dengan segala cara”.
Bentrokan kedua negara terjadi sehari setelah Thailand menarik duta besarnya dari Kamboja, menyusul ledakan ranjau darat yang melukai seorang tentara Thailand di perbatasan.
Pada Rabu (23/07), Bangkok juga mengatakan akan mengusir duta besar Kamboja dari Bangkok.
Kesaksian warga Thailand di perbatasan ‘Menegangkan dan menakutkan’
Sutian Phiwchan, warga lokal Distrik Ban Dan di Provinsi Buriram, yang dekat perbatasan Kamboja, mengatakan kepada BBC bahwa penduduk di kawasan itu mulai mengungsi, termasuk keluarganya. Dia membawa mereka ke shelter di dekat rumahnya.
“Situasinya benar-benar serius. Kami sedang mengungsi,” ujar Sutian.
Dia mengatakan kondisinya menegangkan dan menakutkan. “Mereka menembak langsung ke sini. Tepat di sana [ke perbatasan Thailand, tempat penduduk bermukim]. Anak-anak dan semuanya…kami benar-benar ketakutan.”