Banda Aceh — Direktorat Resnarkoba Kepolisian Daerah (Polda) Aceh kembali berhasil mengungkap kasus penyelundupan narkotika jenis sabu jaringan internasional seberat 61.000 gram (61 kg).
Kapolda Aceh Irjen Pol Wahyu Widada, menyampaikan informasi tersebut saat memimpin konferensi pers bertempat di Aula Serbaguna Mapolda Aceh, Rabu (6/1/2021).
Konferensi pers tersebut ikut dihadiri Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Kajati Aceh Muhammad Yusuf, Wakapolda Aceh Brigjen Pol Raden Purwadi, Kasdam Iskandar Muda (IM) Brigjen TNI Joko Purwo Putranto, Kepala
BNNP Aceh, Kakanwil Ditjen Bea Cukai Aceh, Irwasda Polda Aceh Kombes Pol Marzuki Alba, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Kepala Badan Kesbangpol Aceh Mahdi Effendi beserta sejumlah Pejabat Utama Polda Aceh.
Kapolda menyebutkan, pengungkapan kasus narkotika jenis sabu jaringan internasional tersebut terjadi pada Jum’at (01/01/2021) dan melibatkan personel gabungan Ditresnarkoba Polda Aceh dibantu personel Polres Aceh Timur, Polres Lhoksemawe dan Polres Aceh Utara.
“Terungkapnya kasus ini kian memperlihatkan bahwa Aceh sangat rawan penyelundupan narkoba, apalagi lokasi perairan yang langsung berbatasan dengan negara lain,” ujar Kapolda Aceh.
Ia juga memastikan, kepolisian akan menindak tegas peredaran narkoba di Aceh. Karenanya, penegak hukum akan terus bekerja sama dengan masyarakat untuk mencegah peredaran barang haram ini.
Kapolda berharap, adanya komitmen dari Forkopimda untuk mendukung kepolisian dalam memberantas peradaran narkoba khususnya di Provinsi Aceh.
Gubernur Aceh Nova Iriansyah sangat mengapresiasi pengungkapan narkoba jaringan internasional yang dilakukan oleh Polda Aceh. Menurutnya, pengungkapan ini juga merupakan salah satu bentuk upaya untuk menyelamatkan generasi emas Aceh ke depan.
“Terima kasih saya ucapkan kepada Kapolda Aceh dan seluruh jajarannya yang sudah menyelamatkan generasi Aceh dengan cara mengungkap jaringan narkotika yang jumlahnya mencapai 61 kg ini,” ucap Gubernur.
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Aceh yang juga ikut hadir dalam konferensi tersebut juga menyebutkan, komitmen pencegahan narkotika tersebut bisa dilakukan dengan bersama-sama menyosialisasikan dengan ujung tombak Pemerintah Daerah.
“Pemda bisa menjadi ujung tombak dalam melakukan pencegahan narkoba dengan betkoordinasi dengan Forkopimda untuk mensosialiasi bahaya narkoba secara bersama-sama,” ujarnya.
Untuk diketahui, pengungkapan kasus sabu tersebut terjadi di dua tempat terpisah, yakni di depan terminal Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara dan di Desa Buket Panjo, Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur.
Pengungkapan puluhan kilogram narkotika tersebut berawal dari adanya informasi yang diterima personel gabungan Polda Aceh beserta jajaran tentang adanya pendaratan narkotika via laut oleh pelaku jaringan International.
Kemudian tim gabungan melakukan penghadangan dan memberhentikan mobil yang diduga kurir tersebut di depan terminal Lhoksukon, Aceh Utara. Dalam penghadangan tersebut petugas berhasil menangkap lima orang tersangka dan didapati 15 kg sabu.
Di TKP Lhoksukon petugas berhasil mengamankan 15 kg sabu beserta lima orang tersangka, yakni FKH (29), AMD (27), ND (55), EDF (28) dan MHD (35).
Setelah dilakukan pengembangan dengan control delivery, tim Opsnal kembali berhasil menangkap satu tersangka lainnya berinisial RS (41) di Desa Buket Panjo, Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur, serta mengamankan 46 kg sabu.
Adapun barang bukti yang berhasil diamankan petugas di TKP Lhoksukon berupa narkotika jenis sabu seberat 15 kg, 3 unit HP Nokia, 1 unit HP Android, 1 unit mobil Daihatsu Xenia dengan Nopol BL 1601 BN, 1 unit HP satelit merk Thuraya, 1 unit GPS dan 1 unit Boat nelayan jenis Oskadon.
Di TKP Aceh Timur petugas juga mengamankan barang bukti berupa sabu seberat 46 kg, 1 pucuk senjata api jenis revolver beserta 5 butir amunisi, 1 unit mobil Honda CRV dengan Nopol BK 1348 AAS, 2 unit HP Nokia kecil, dan 1 unit HP Vivo.
Para pelaku dijerat dengan pasal 114 ayat (2), pasal 112 ayat (2), subs pasal 115 ayat (2), jo pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling singkat pidana penjara 5 tahun, paling lama 20 tahun dan terberat pidana mati. (IA)