“Dalam Qanun Jinayat, pemerkosaan hanya dapat dilakukan apabila terdapat unsur kekerasan, paksaan, atau ancaman. Apabila hubungan seksual terbukti, tetapi unsur kekerasan, paksaan, atau ancaman tidak dapat dibuktikan maka korban dapat dibidik dengan jarimah zina,” jelas Qodrat.
“Dengan demikian korban akan berbalik arah menjadi pelaku, sebab dalam jarimah zina tidak dikenal adanya istilah korban, keduanya akan menjadi pelaku zina,” lanjutnya.
Qodrat menegaskan, apabila terdapat kasus kekerasan seksual yang bentuknya belum diatur dalam qanun jinayat, maka penegak hukum dapat menggunakan UU TPKS untuk menambal kekosongan itu demi tegaknya keadilan.
“Pemberlakuan UU TPKS di Aceh dalam kasus ini juga telah sesuai dengan prinsip lex superior derogat legi inferior (ketentuan hukum yang lebih tinggi mengesampingkan ketentuan hukum yang lebih rendah) dan asas lex posterior derogat legi priori (ketentuan hukum yang baru mengesampingkan ketentuan hukum yang lama),” kata Qodrat.
Kasus ini sudah dilaporkan korban ke polisi. Polisi telah memeriksa para saksi dan mengumpulkan alat bukti untuk memeriksa dukun cabul tersebut.
Pesulap hijau diduga telah melakukan pelecehan seksual hingga memperkosa pasiennya dengan dalih pengobatan.
Dukun cabul itu dinamai pesulap hijau karena sering memakai baju hijau. Pasiennya saat berobat juga disuruh memakai baju hijau yang disediakan. (IA)