BANDA ACEH — Tragedi lampu padam di Stadion H Dimurthala Lampineung Banda Aceh menjelang kick off pada laga perdana Persiraja melawan PSMS Medan menjadi catatan kelam dalam dunia persepakbolaan Aceh.
Masyarakat Aceh yang telah lama menanti tim kesayangannya berlaga di liga 2 harus menelan pil pahit, karena hanya berhasil menonton preseden mati lampu di Stadion Lampineung, Senin malam, 5 September 2022.
“Ribuan masyarakat pencinta sepakbola telah rela mengeluarkan uang di tengah ekonomi yang sulit untuk membeli tiket hanya demi menonton tim kebanggaannya Persiraja bertanding di Stadion Lampineung yang selama ini dikenal sebagai andalan tim yang dulu berjuluk lantak laju itu. Maka, kita meminta agar pihak kepolisian untuk mengamankan uang tiket penonton yang telah diberikan, karena pertandingan telah sah dihentikan,” ujar Ketua Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) Muhammad Jasdi kepada media, Selasa (6/9/2022).
Pihak kepolisian, kata Jhon Jasdi juga tak bisa menyalahkan massa yang tengah dirundung kecewa, namun harus menjadi pihak yang adil dalam menjaga kepentingan publik pencinta sepakbola di Aceh.
“Sungguh miris, ketika kita disibukkan dengan sensasi permainan sepakbola berbasis syariah sebagai bentuk kearifan lokal dan syiar, namun justru fakta yang memilukan kesiapan teknis lainnya malah terabaikan oleh pihak panitia pelaksana yang telah sekian lama diberi waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk laga Persiraja versus PSMS tersebut. Ini merupakan preseden memilukan sekaligus memalukan bagi masyarakat Aceh.
Sementara, mengenai adanya tragedi lainnya seperti pembakaran jaring gawang dan fasilitas di Stadion yang disebabkan oleh amukan massa penonton merupakan akibat dari keteledoran panitia yang telah merugikan masyarakat pencinta sepakbola. Seharusnya sepakbola dapat mengangkat marwah daerah, ini justru sebaliknya memalukan daerah hanya karena ketidaksiapan panitia,” kata Jasdi yang merupakan salah satu pencinta tim sepakbola kebanggaan Tanah Rencong itu