Memang jika dilihat secara nominal, uang yang dikeluarkan oleh setiap penonton itu hanya berkisar paling rendah Rp 50.000 dan paling tinggi Rp 200.000.
“Jumlah perorang yang mengeluarkan tiket, bagi orang kaya memang relatif sangat murah. Tapi bagi masyarakat biasa ini adalah harga yang mesti dikeluarkan untuk menyaksikan tim kesayangannya berlaga. Untuk itu, secara tegas kita minta pihak kepolisian mengamankan uang tiket penonton dan panitia harus melaporkannya secara transparan kepada publik, ini penting,” tegasnya.
Pihaknya juga mengingatkan panitia agar ke depannya lebih siap dalam laga-laga berikutnya agar preseden buruk seperti ini tak terulang kembali.
“Manajemen dan panitia harus benar-benar siap, bukan hanya bicara sensasi penggunaan celana lejing dalam permainan bola. Tapi bahkan hal-hal teknis juga harus dipersiapkan dengan matang, jika tidak, lagi-lagi masyarakat Aceh khususnya pencinta sepakbola tanah rencong akan dirugikan.
Dimana letak martabat laskar tanah rencong jika di awal laga saja sudah sedimikian rupa. Kami minta manajemen dan panitia harus mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat Aceh. Bek gara-gara panitia hana siap, lampu mate, ban saboh Aceh male,” pungkasnya. (IA)