Sabang, Infoaceh.net – Setelah mencuat pemberitaan mengenai lemahnya kontrol anggaran di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sabang terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh senilai Rp57 juta, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Sabang Muhammad Rasyid akhirnya angkat bicara.
Dalam tanggapannya, Rasyid mengakui surat dari BPK memang ditujukan kepada Pengguna Anggaran (PA), bukan kepada Pejabat Pengelola Teknis Kegiatan (PPTK).
Namun, ia menegaskan tindak lanjut atas temuan tersebut sudah dilakukan melalui surat teguran yang diterbitkan oleh PA.
“Memang surat dari BPK tujuan ke PA, bukan ke PPTK, dan surat teguran dari PA sudah dibuat,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi wartawan, Jum’at (24/10/2025).
Rasyid juga memastikan pihaknya tidak tinggal diam dan terus berupaya menagih pengembalian dana kelebihan bayar dari rekanan pelaksana, CV AGP.
“Kami tetap nagih, bang, dan komitmen pihak rekanan akan mengembalikannya. Insya Allah, Bang, kita berupaya terus,” kata Rasyid atau yang lebih dikenal Ucok.
Namun, saat ditanya mengenai detail item pekerjaan yang menjadi sumber temuan BPK, Rasyid mengaku tidak terlalu mengingat.
“Kurang ingat, bang, apa-apa saja item-nya,” ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, berdasarkan hasil audit BPK, ditemukan adanya kekurangan volume pekerjaan pada proyek lanjutan pembangunan gedung lift RSUD Sabang dengan nilai kontrak Rp3,27 miliar.
Temuan tersebut berujung pada kelebihan pembayaran sebesar Rp57.589.153 yang seharusnya dikembalikan ke kas daerah.
Namun hingga penghujung Oktober 2025, rekanan baru menyetor Rp15 juta dari total kewajiban tersebut. Artinya, masih ada lebih dari Rp42 juta dana publik yang belum dikembalikan.
Inspektur pada Inspektorat Kota Sabang, Nouval SSTP MSi membenarkan hal itu. “Benar, sudah dicicil. STS-nya tadi malam baru diserahkan ke admin inspektorat,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (22/10/2025).
Minimnya tindak lanjut atas temuan ini kembali memperlihatkan lemahnya fungsi pengawasan di lingkungan RSUD Sabang. Apalagi, hingga kini direktur rumah sakit yang juga menjabat sebagai Pengguna Anggaran, dr Cut Meutia Aisywani SpA MSi.Med, masih enggan memberikan keterangan.
Bahkan, pesan konfirmasi wartawan tak tersampaikan karena kontaknya memblokir akses komunikasi.
Sikap tertutup tersebut memunculkan tanda tanya besar tentang sejauh mana komitmen pihak rumah sakit dalam menegakkan prinsip akuntabilitas publik.
Sebab, sebagai pimpinan tertinggi kegiatan, direktur semestinya menjadi garda terdepan dalam memastikan proyek berjalan sesuai spesifikasi dan peraturan.
Kondisi ini jelas bertentangan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menegaskan kewajiban setiap pihak untuk mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara.
Pada akhirnya, proyek bernilai miliaran rupiah itu kini meninggalkan jejak persoalan serius, pekerjaan tak sesuai volume, uang negara bocor, dan tanggung jawab pejabat yang seolah menguap di balik diamnya institusi pelayanan publik tersebut.



