Profesor Kriminologi Ungkap Tewasnya Diplomat Kemlu Bukan Karena Pembunuhan, Tapi Antara 2 Hal Ini
“Jadi hati-hati ya dengan kemungkinan bahwa kasus ini masih ramai. Mengingat kalau misalnya antara sebab mati dan motif kematian itu ternyata masih bisa menimbulkan pertanyaan,” kata Adrianus.
Terkait apakah pelaku kejahatan bisa merekaya kejahatan dengan sempurna hingga semua tidak terdeteksi termasuk barang buktinya, menurut Adrianus hal itu bisa saja meski sangat sulit.
“Cuma masalahnya adalah untuk membuat satu modus sesempurna itu sulit,” katanya.
Bahkan sekalipun sudah dirasa sempurna, tetap saja kata Adrianus ada celah untuk penegak hukum mengungkapnya.
“Maka jangan lupa ya bahwa di kejahatan itu kan ada faktor modus, ada faktor lokus, ada faktor aktus, dan ada faktor tempus. Nah, ada hal-hal yang bisa kita kendalikan soal modus, tapi soal yang lain soal tempat, waktu, soal cara itu kan tidak bisa kita atur. Cara mungkin masih bisa. Jadi ada hal-hal yang di luar ke kekuasaan kita sebagai pelaku kejahatan,” katanya.
Hal itu katanya menjadi entry point bagi penegak hukum untuk kemudian melakukan satu penelusuran.
“Jadi dalam hal ini saya menepis kalau ini adalah kasus pembunuhan. Jadi tinggal yang kedua atau ketiga,” kata Adrianus.
Di mana kedua adalah bunuh diri dan ketiga adalah karena kecelakaan akibat fetish seksual disorder atau ganguan seksual, dimana menggapai kepuasan dengan menggunakan lakban.
“Nah, masalahnya adalah tidak ada fakta yang begitu telak ya. Satu. Kedua, juga kemungkinan ada fakta yang kontradiktif ya. Sehingga kemudian lalu polisi terpaksa harus melakukan kegiatan SCI (science crime investigation) yang memiliki akurasi makin besar. Tapi tadi jadi lost time, maka kita kemudian harus menunggu,” kata Adrianus.
Padahal kata Adrianus tidak semua kasus harus dilakukan SCI untuk mengungkapkannya.
“Karena kita seperti di Jakarta yang dekat dengan pemeriksaan laboratori misalnya, maka kemudian disimpulkan saja, toh dalam hal ini kita mengenai probabilita. Bahwa kalau bukan ini pasti bukan itu, begitu kan. Nah, nampaknya Polda Metro ingin membuat satu situasi di mana faktor akurasi menjadi 100 persen ya. Alhasil kemudian kita harus menunggu,” kata Adrianus.