“Kemudian kita juga tak tahu berlanjut atau tidaknya di masa-masa berikutnya. Apalagi masyarakat di Aceh itu sudah sering melihat pemimpin yang rajin ke masjid di awal-awal tapi malah pembangunan masjid saja tak diperhatikannya. Begitu juga jika yang ditunjukkan hanya ceramah sana sini justru itu bagian tugas da’i bukan orang nomor satu di ibukota.
Kalau kita merujuk pada pernyataan Ustadz Abdul Somad dan sejumlah da’i dalam syiarnya, bahwa shalat itu kewajiban seorang hamba, sementara amalan seorang pemimpin itu adalah bagaimana menghadirkan kebijakan kongkret untuk kemaslahatan dan kebijakan umat atau rakyatnya. Intinya, jika hanya dibungkus di awal-awal dengan bungkusan agama, namun program-program kongkret ke rakyat dan penegakan syari’at tak ada juga semua sia-sia belaka,” lanjutnya.
Wahyu juga memintaPj Wali Kota fokus bekerja sesuai amanah pemerintah pusat dan harapan rakyat. Jadi seorang Pj kepala daerah tak perlu terlalu meladeni apalagi harus memotori kepentingan partai tertentu.
“Kerja on the track saja, tak perlu terhanyut kepentingan partai tertentu atau dinamika kepentingan elit politik tertentu. Fokus tetapkan target kerja per periodik, misal 100 hari kerja, lalu sampaikan ke rakyat apa yang menjadi program perioritasnya. Setelah itu, rakyat akan lihat buktinya dan mendagri sebagai presentatif pemerintah pusat akan mengevaluasi secara berkala. Jadi, semua akan terukur dan memiliki indikator jelas. Insya Allah jika Pj Walikota Banda Aceh berjalan sesuai jalannya, Pj Wali Kota akan berhasil membuktikan kinerjanya kepada masyarakat, dan tak sebatas seremonial belaka,” tutupnya. (IA)