Oleh: Adhie M. Massardi*KEMARIN kita menyaksikan dengan takjub betapa Presiden Prabowo Subianto pontang-panting hingga harus menyambangi rumah duka almarhum Affan Kurniawan untuk meredam gejolak masyarakat yang mulai tidak sabar nunggu kapan perekonomian nasional bergerak dalam kehidupan nyata, dan bukan hanya di atas kertas statistik milik pemerintah.Penderitaan rakyat akibat 10 tahun salah kelola pemerintahan oleh rezim Joko Widodo mulai terasa dan bereaksi di akar rumput. Pergolakan publik muncul dipicu oleh tingkah-polah para pembesar negara, baik di eksekutif (Istana) maupun legislatif (Senayan).
Di tengah penderitaan rakyat yang kian menjepit, mereka berjoget ria mamerkan segala bentuk kemewahan dan pendapatan tambahan yang luar biasa besarnya. Jabatan komisaris di BUMN dan gelar kenegaraan diobral di antara mereka.
Rakyat di banyak kota dan daerah merespon semua tindak menyebalkan para pembesar negara itu dengan mamerkan kuatan, menggalang kedaulatan, beberapa daerah dibumbui dengan kemarahan. Bakar ban dan mobilnya sekalian.
Tetap why hanya dan langsung Presiden Prabowo sendiri yang turun meredam gejolak yang tampaknya akan bersambung pada pekan-pekan ke depan?
Kita sudah lama tahu, dan mudah-mudahan sekarang Prabowo juga tahu, bahwa negeri ini krisis lapisan elite penguasa yang negarawan, yang integritas dan kapasistasnya dihormati masyarakat.
Prabowo sebagai Presiden memang dikelilingi puluhan bahkan ratusan jajaran kabinet, dengan wamen dan staf khusus di mana-mana. Tapi mereka hanya badut-badut sirkus yang hanya pandai jumpalitan dan berjoget. Bukan negarawan yang tindakan dan kata-katanya didengar rakyat.
Maka ketika rakyat bergolak, tidak ada yang secara mental dan moral berani tampil depan publik lalu menjelaskan kegelisahan masyarakat, mengatakan apa yang sebenarnya terjadi di pemerintahan dan di negeri ini.
Bayangkan apa reaksi publik yang resah dan nafsu bikin rusuh jika yang muncul di hadapan mereka itu Kapolri yang anakbuahnya brutal, Panglima TNI yang semena-mena mindahkan perwira hanya karena dia putra Pak Try, atau Jaksa Agung yang dianggap ngamankan Silfester Matutina, pendukung militan Joko Widodo yang harsnya masuk penjara malah masuk (komisaris) BUMN?