Dahulu ada Wapres yang bisa ngatasi hal semacam ini. Misalnya Jusuf Kalla atau tokoh NU Ma’ruf Amin. Sekarang apa jadinya jika yang menghadapi masyarakat yang marah itu Wapres Gibran Widodoputra?
Benar, sebagai Kepala Negara Prabowo memang tampak sebatang kara. Sedangkan pimpinan lembaga negara lain seperti pimpinan DPR, MPR, DPD, Mahkamah Konstitusi, bahkan Mahkamah Agung, tidak sanggup secara moral dan mental mendukung Prabowo sebagai Kepala Negara saat berhadapan dengan rakyat menuntut hak-haknya sebagaimana dijanjikan Konstitusi UUD 1945.
Kronologi Gejolak Publik
Seorang pengemudi Ojol menemui ajal secara sadis dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob. Affan Kurniawan, 21 tahun, pengemudi ojek online itu, merupakan potret buram ketidakprofesionalan Polri dalam menghadapi unjukrasa.
Pertanyaannya, kenapa driver Ojol yang dilindas? Skenario siapa? Langit?
Sebab Ojol adalah organisasi yang diikat oleh rasa senasib-sependeritaan, digerakan oleh emosi akibat ketidakadilan ekonomi dan sosial. Karena itu solidaritas sesama driver Ojol luar biasa kuatnya. Banyak kejadian yang menjelaskan soal ini.
Saya tidak terlalu yakin akan nyulut gerakan masif jika yang dilindas secara buas oleh rantis Brimob itu mahasiswa, bahkan jika menewaskan belasan orang.
Memang selama 10 tahun di bawah rezim Joko Widodo polisi diarahkan menjadi tentakel kekuasaan. Setiap yang berbeda dengan rezim (Jokowi) dipandang sebagai musuh negara. Instrumen hukum (KUHPidana) diada-adakan untuk menjerat dan menjarakan orang-orang yang dituduh berseberangan.
Meskipun tidak semasif Kepolisian RI, kejaksaan dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebenarnya juga terasa seperti ormas Jokowi Mania (Joman) yang menganggap Joko Widodo adalah “simbol negara” yang layak dijaga kesakralannya. Maka kejahatan jenis apa pun, jika itu terkait dengan “jaringan Solo” mereka tutup mata tutup kuping.
Prabowo Subianto, yang dibuatkan jalan tol menuju Istana Kekuasaan oleh Joko Widodo asal nuntun anaknya sebagai wakil, dan kini benar-benar jadi Presiden RI, mewarisi aparatus hukum negara yang compang-camping dengan aroma tetap “Jokowi Mania”.