Persoalannya ketika Joko Widodo lengser, secara tak terduga bangkit kesadaran sosial di masyarakat yang membuat rakyat siuman dan merasa selama 10 tahun ini ternyata ditipu habis-habisan rezim Widodo.
APBN berantakan sehingga harus dilakukan desentralisai fiskal. Kepala daerah terpaksa menaikkan pajak (PBB) yang nyekik rakyat. “Mereka yang bikin rusak kenapa kami yang harus nanggung risikonya?” Begitu kata masyarakat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang memelopori bangkitnya kekuatan rakyat (people power).
Keamburadulan yang ditinggalkan Joko Widodo nyaris terjadi di semua sektor pemerintahan. Paling mencolok adalah korupsi, karena dunia internasional (OCCRP) memosisikan Joko Widodo di deretan pemimpin paling korup di muka bumi (2024).
Pada saat hampir bersamaan Bank Dunia mengabarkan pasca Joko widodo Indonesia menjadi Negara Berpenduduk Miskin Terbanyak di dunia: 193,8 juta jiwa dari total 285,1 juta.
Prabowo Gagal Ubah Persepsi
Menarik dicatat adalah kemauan keras Prabowo untuk ngubah persepsi dirinya yang berbeda dengan Joko Widodo, pendahulunya. Pidato pelantikan yang heroik pada 20 Oktober 2024 di Gedung Parlemen menjelaskan tekadnya yang kuat untuk berbeda.
Sebenarnya beberapa langkah kebijakan yang dilakukannya membuktikan bahwa Prabowo bukan sekedar “omon-omon”. Misalnya, kehendak menyatukan segenap bangsa dipraktekan dengan memberikan amnesti dan abolisi, yang sehingga lawan-lawan Politik Joko Widodo bebas dari penjara.
Kenapa upaya Prabowo ngubah persepsi dan paradigma pemerintahannya ini gagal? Karena Prabowo “keukeuh” makai “the Widodo’s Men” dalam jajaran kabinetnya. Ini memang paradoks itu.
Di satu sisi Prabowo jungkir balik menjelaskan dan memamerkan perbedaannya dengan Joko Widodo. Tapi di sisi lain “the Widodo’s Men” berperilaku dan bertingkah, juga pernyataan dan kebijakannya, tetap mencerminkan gaya Joko Widodo, berbohong dan menistakan akal sehat. Contoh Bahlil dengan skandal gas 3 kg-nya.
Pujian Prabowo dalam beberapa kesempatan kepada jajaran kabinetnya, yang mayoritas “the Widodo’s Men” meruncingkan paradoks itu. Namun demikian, “the Widodo’s Men” di kabinet sampai sejauh ini hanya nimbulkan cemo’ohan, lelucon, dan gerundelan masyarakat.