Banda Aceh — Hubungan erat antara Aceh dan Turki di masa lampau dapat menjadi modal di masa kini untuk mendorong hubungan kerja sama yang lebih kuat dan saling menguntungkan antara Republik Indonesia dan Turki.
Hal itu disampaikan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, saat mengisi webinar Revitalisasi Hubungan Indonesia-Turki dalam rangka peringatan 70 Tahun hubungan diplomatik, dari Rumah Dinas Wakil Gubernur Aceh, Kamis (10/12).
Webinar tersebut digelar Direktorat Jenderal Amerika Eropa Kementerian Luar Negeri RI bekerja sama dengan Pemerintah Aceh dan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah).
“Potensi yang kita miliki terutama potensi yang ada di Provinsi Aceh dapat menjadi peluang dalam rangka penguatan hubungan perdagangan, investasi, pendidikan, pariwisata serta sosial budaya dengan Pemerintah Turki,” kata Nova.
Dalam kesempatan tersebut, Nova juga menceritakan bagaimana hubungan erat antara Kerajaan Aceh Darussalam dengan Kesultanan Turkin Usmani sejak era Sultan Ali Mughayat Syah.
“Kalau kita mengkaji secara historis, jauh sebelum pembentukan hubungan diplomatik antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Turki pada tahun 1950, kedua bangsa ini telah menjalin hubungan politik dan perdagangan,” ujar Nova.
Nova menjelaskan, dalam rangka memperluas kekuasaan dan meningkatkan perekonomiannya serta mengusir penjajah Portugis yang ada di Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan rempah-rempah Internasional, maka pada tahun 1.547 M Kesultanan Aceh Darussalam meminta bantuan kepada Kesultanan Turki Utsmani di era Sultan Suleiman I.
“Pada masa tersebut, utusan dari Aceh mendatangi Istanbul untuk meminta bantuan militer berupa armada laut serta meriam untuk menghadapi Portugis. Permohonan ini dikabulkan oleh Sultan Suleiman I yang merasa bertanggungjawab melindungi kapal-kapal muslim dari serangan Portugis,” urai Nova.
Perjalanan heroik pertama dari utusan Kerajaan Aceh Darussalam itu, tambah Nova, dicatat dalam kisah yang sangat menarik yaitu Kisah Meriam Lada Sicupak.
Cerita tersebut, merupakan sebagian dari penggalan sejarah yang disampaikan Nova. Ia berharap sejarah tersebut dapat menjadi pendorong dalam memperkuat hubungan kerja sama antara Turki dengan Indonesia, khususnya dengan Aceh.
Sementara Dirjen Amerika Eropa Kementerian Luar Negeri RI, Ngurah Swajaya, mengatakan, revitalisasi hubungan Indonesia-Turki perlu dilaksanakan untuk meninjau kembali kerja sama bilateral dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada dengan optimal. Upaya revitaslisasi dimaksud untuk meningkatkan dan memperkuat hubungan kedua negara.
Ngurah menilai, penting sekali melibatkan Aceh dalam membahas revitalisasi hubungan Indonesia-Turki. Menurutnya, Aceh memiliki beberapa aspek pertumbangan yang dapat memperkuat hubungan tersebut.
“Pertama, Aceh memiliki hubungan sejarah yang baik dengan Turki, ini sangatlah berharga,” kata Ngurah.
Selain aspek sejarah, menurut Ngurah, Aceh juga dapat mewakili unsur daerah lainnya di Indonesia. Sebab Aceh memiliki berbagai potensi yang belum dioptimalkan, seperti potensi perekonomian.
“Saya yakin Indonesia-Turki dapat menjadi pasangan ideal untuk kerja sama pembangunan berkelanjutan dan saling menguntungkan,” pungkas Ngurah Swajaya. (IA)