Ia juga menjelaskan efek samping obat Natacen, seperti mata merah, gatal atau perih, adalah reaksi umum yang wajar terjadi.
“Kondisi pasien yang memburuk lebih disebabkan infeksi dan jamur yang sudah parah pada mata saat pertama kali datang, bukan karena obat yang diberikan,” tambahnya.
RSUD Aceh Besar menegaskan mereka tidak menelantarkan pasien dan telah menawarkan berbagai opsi perawatan, termasuk rawat inap dan rujukan.
“Kami bertindak sesuai prosedur medis. Tuduhan penggunaan obat kadaluarsa tidak berdasar karena obat yang diberikan masih dalam masa layak pakai,” kata dr Susi.
Pihak rumah sakit juga mengklarifikasi mereka tidak bisa bertanggung jawab atas perawatan lanjutan pasien di rumah sakit lain.
“Kami telah memberikan pelayanan terbaik sesuai kemampuan dan tanggung jawab kami,” pungkasnya.
Menurutnya, kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk memahami prosedur medis dan pentingnya edukasi terkait penggunaan obat.
Sebelumnya diberitakan, YY, seorang warga asal Desa Reukih Dayah, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar diduga mengalami kebutaan.
Di bagian penglihatan matanya kian memburuk usai berobat di RSUD Satelit Aceh Besar.
Diduga, kondisi tersebut, terjadi karena pasien menggunakan obat tetes mata ‘Expired’atau kadaluarsa.
Menyikapi perihal tersebut, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Besar M. Nur mengatakan, pihaknya menyayangkan pihak RSUD Satelit Aceh Besar, yang lalai dalam memberi obat kepada pasien.
“Dalam hal ini, kami mendesak Polres Aceh Besar segera mengusut, memeriksa para direktur, direksi dan jajaran di rumah sakit Satelit Aceh Besar,” ungkap M Nur.