Direktur RSUDZA, Dr dr Azharuddin, Sp.OT K-Spine FICS
Banda Aceh — Akhir Juli 2020, jumlah warga Aceh yang dilaporkan positif terinfeksi Coronavirus Disease (Covid-19) melonjak yang terjadi penambahan tiap hari 45, 74 hingga 103 orang, dan totalnya telah mencapai 415 kasus positif. Angka ini melonjak drastis ketimbang bulan-bulan sebelumnya.
Untuk perawatan mereka, kebanyakan pasien positif Corona tersebut dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh.
Hal ini telah berdampak pada tingkat hunian sejumlah perawatan pasien Corona di rumah sakit milik Pemerintah Aceh tersebut
Dua ruang tempat biasanya pasien Covid-19 diisolasi dan dirawat di RSUDZA kini dalam kondisi penuh.
Yakni, ruang Respiratory Intensive Care Unit (RICU) dan Poliklinik Penyakit Infeksi New Emerging and Remerging (Pinere) 1 dan 2.
Ruang RICU di rumah sakit rujukan tingkat provinsi itu memiliki enam kamar. Ruang Pinere 1 memiliki 14 bed (tempat tidur). Semua kamar dan ranjang itulah yang kini terisi penuh dengan pasien-pasien Covid-19, baik yang berasal dari Banda Aceh dan Aceh Besar, maupun dari daerah.
Di luar itu, RSUDZA juga memiliki Poliklinik Pinere 2 yang terdiri atas 24 bed. Namun, juga hampir penuh karena terus bertambahnya pasien Corona yang datang setiap hari.
Direktur RSUDZA Banda Aceh, Dr dr Azharuddin, Sp.OT K-Spine FICS juga membenarkan kondisi ruang perawatan pasien Corona yang telah penuh. RSUDZA kini merawat pasien Covid-19 jauh melebihi dari jumlah bilik dan bed yang tersedia.
“Iya, benar. Saat ini ruang RICU dan Pinere 1 sudah penuh, begitu juga ruang Pinere 2 hampir penuh, karena terus membludaknya pasien Corona dalam beberapa hari ini,” ujar dr. Azharuddin kepada Infoaceh.net, Sabtu (1/8) siang.
Menurutnya, kondisi penuhnya ruang pasien covid-19, karena sekarang lagi banyak pasien Corona secara mendadak positif.
Untuk itu, Azharuddin mengharapkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kabupaten/kota harus menyiapkan ruang perawatan pasien Corona
“Mesti disiapkan tempat perawatan oleh RSUD kabupaten/kota, untuk merawat pasien yang positif Covid-19 terutama yang ringan atau tanpa gejala. Sedangkan yang dirawat ke RSUDZA untuk mereka yang gradasi tingkat sedang dan yang berat-berat saja,” harapnya.
Ditanyakan tentang penyiapan tempat lain bagi pasien Corona, jika ruang di RSUDZA sudah penuh, dr. Azharuddin menjelaskan, pihaknya belum menyiapkan tempat lain. “Di provinsi kita belum tau mau menyiapkan apa,” terangnya.
Hanya saja, sebagai solusi sementara, karena RSUDZA telah penuh, sebagian pasien dialihkan ke Asrama Haji Banda Aceh dengan kapasitas 210 bed.
Saat ini baru terisi 29 bed di asrama haji. Mereka yang dirawat disana adalah mahasiswa PPDS (program pendidikan dokter spesialis) dan transporter yang positif Covid-19, maupun mereka yang menunggu hasil uji swab dari laboratorium.
Sementara itu, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin Husin Jum’at (31/7/) mengatakan pihaknya mengkhawatirkan kemampuan rumah sakit di Aceh dapat menanggulangi Covid-19.
Karena keberadaan tenaga medis bukan berada di garis depan. Sebab medis merupakan pelapis alias benteng terakhir dalam penanggulangan virus Corona.
Taqwaddin menilai, langkah antisipasi yang dilakukan Pemerintah Aceh sejauh ini terbukti tidak mampu menghambat laju Covid-19. Semakin hari semakin banyak warga yang terpapar. Naiknya jumlah penderita, merupakan data yang ditemukan setelah seseorang dilaporkan sakit.
Bukan hasil tes swab massal yang seharusnya jauh-jauh hari sudah dilakukan oleh Pemerintah Aceh.
“Kondisi Covid-19 di Aceh makin riskan dan membahayakan. Terjadi peningkatan drastis dibandingkan hari-hari sebelumnya. Mengapa dan apa solusi yang dapat dilakukan oleh semua kita untuk mengeliminasi dan bahkan untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19 tersebut?” kata Taqwaddin.
Untuk langkah antisipasi bertambahnya jumlah penderita Covid-19 di Aceh, Taqwadin menyarankan kepada seluruh warga masyarakat Aceh agar hati-hati dan terapkan protokol kesehatan. “Yaitu, jangan keluar rumah jika tidak penting sekali, pakai masker jikapun harus keluar rumah, sering cuci tangan, jaga jarak dengan orang lain, jaga tubuh agar selalu bugar, jaga kebersihan, dan selalu berdoa”.
Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota agar melakukan edukasi yang merakyat kepada warga masyarakat. Libatkan ulama dan tokoh-tokoh masyarakat dalam edukasi bahaya Covid dan pentingnya protokol kesehatan. Sampaikan materi-materi tentang bahaya Covid serta cara pencegahannya dalam setiap khutbah Jumat dan juga pada setiap ceramah-ceramah agama.
“Kesan saya, warga masyarakat, termasuk tokoh-tokoh masyarakat masih ada yang beranggapan remeh dan bahkan berpikir negatif terhadap fakta Covid-19 dengan segala protokolnya. Sepertinya, masih ada yang tidak percaya banyaknya korban yang terpapar covid. Begitu pula terhadap yang meninggal dunia karena Covid,” sebut Taqwadin.
Jika makin hari jumlah yang terpapar makin meningkat. Taqwaddin khawatir karena fasilitas dan SDM para dokter serta paramedis di Aceh memiliki banyak keterbatasan. Sehingga, jika kuantitas yang terpapar semakin banyak, selaku Ombudsman RI Aceh, dia ragu dengan kemampuan rumah sakit dalam melayani secara optimal para pasien terpapar Corona.
“Jangan sombong dan takabur. Sekali lagi, saya ingin sarankan agar Satgas Covid-19 mengundang para ulama dan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki massa dan pengaruh untuk meminta bantuan mereka guna melibatkan diri dalam upaya mencegah dan menanggulangi Covid-19 di Aceh,” pungkasnya. (IA)