Kisah Pengasingan Soekarno-Hatta
6 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta “diculik” oleh golongan pemuda ke Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.
Mereka yang terlibat ‘penculikan’, yakni Soekarni, Wikana, Aidit, Chaerul Saleh, dan lainnnya.
Ketika itu, golongan pemuda ingin menjauhkan Soekarno-Hatta dari pengaruh Jepang. Dasar “penculikan” tersebut merupakan sikap dari golongan muda terkait kekalahan Jepang pada Perang Dunia ke II.
Golongan muda hendak memanfaatkan momentum kekalahan Jepang. “Penculikan” Soekarno-Hatta dilakukan agar mereka segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Dikutip dari Kompas.com, peristiwa “penculikan” itu terjadi pada Kamis, 16 Agustus 1945 dini hari. Soekarno dan Hatta dibawa ke kediaman Djiauw Kie Siong di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.
Istri dari cucu Djiauw Kie Siong, Ibu Yanto (74), menceritakan, dua tokoh nasional itu pergi dari Jakarta saat subuh dan tiba di Karawang menjelang sore.
“Soekarno dan Hatta itu kan diculik sama golongan muda, PETA (Pembela Tanah Air). Dari Jakarta itu tanggal 15 subuh, sampai di sini (Karawang) itu sore, terus mereka menginap satu malam,” kata Ibu Yanto, saat ditemui Kompas.com, di rumah Djiauw Kie Siong.
Di rumah yang kini masuk dalam situs cagar budaya itu, Yanto bercerita, kala itu, Soekarno turut membawa putranya, Guntur Soekarnoputra.
Selain itu, Soekarno juga turut membawa Ibu Fatmawati ke Rengasdengklok.
Sementara Hatta, hanya datang seorang diri tanpa membawa siapa-siapa.
“Mungkin Bapak Soekarno itu rapat segala macam, bikin konsep untuk kemerdekaan. Lalu, tanggal 16 Agustus 1945 malam, sebelum Pak Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta, bendera Merah Putih sudah banyak berkibar secara simbolis,” kata dia melanjutkan.
Sore hari di Rengasdengklok, kedua tokoh bangsa itu dijemput oleh Jusuf Kunto dan Achmad Soebarjo.
“Mereka itu dijemput sama Pak Soebarjo dan pak Jusuf Kunto, diminta buat kembali ke Jakarta,” tutur Yanto.
“Mereka sampai di Jakarta itu, 17 Agustus subuh. Naskah Proklamasi juga sudah diketik sama Pak Sayuti Melik,” tutur Yanto bertutur.