Sabang, Infoaceh.net — Di ufuk barat Indonesia, di antara riuh ombak dan desir angin yang menggiring kisah pulau kecil bernama Sabang, terselip satu harapan besar, sebuah sekolah yang bukan hanya mengajar, tetapi juga menyelamatkan masa depan anak-anak dari keluarga prasejahtera.
Sebuah sekolah yang kelak akan dikenal sebagai Sekolah Rakyat.
Program ini bukan sekadar gagasan. Ia adalah amanat langsung dari Pemerintah Republik Indonesia, melalui Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025, tentang percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem dan perluasan akses pendidikan untuk anak-anak.
Di bawah program nasional ini, pemerintah ingin memastikan bahwa tak ada lagi anak yang kehilangan masa depannya hanya karena kemiskinan. Tak ada lagi cita-cita yang harus tenggelam sebelum sempat diucapkan.
Dan kini, Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Sabang menyatakan kesiapannya mendukung penuh langkah Pemerintah Kota Sabang untuk mengajukan diri sebagai salah satu daerah pelaksana program Sekolah Rakyat ke pemerintah pusat.
Mendidik dengan Hati, Menyelamatkan dengan Aksi
Ketua DPRK Sabang, Magdalaina, berbicara dengan nada yang tegas namun penuh empati. Baginya, pendidikan bukan semata-mata urusan ruang kelas dan papan tulis. Pendidikan, katanya, adalah sarana membentuk manusia seutuhnya lahir dan batin.
“Sekolah Rakyat ini sangat strategis bagi daerah seperti Sabang. Kami di DPRK akan mendukung penuh agar Pemerintah Kota segera mengajukannya ke pusat. Sebab, program ini menyentuh langsung masyarakat yang paling membutuhkan,” ujarnya dengan mata, seolah sedang menatap masa depan generasi muda Sabang yang lebih cerah.
Magdalaina menilai, Sekolah Rakyat adalah wujud nyata dari semangat gotong royong negara dalam menjemput keadilan sosial di bidang pendidikan.
Ia percaya, Sabang dengan letaknya yang terluar dari gugusan nusantara, pantas mendapatkan perhatian lebih dalam konteks pemerataan pembangunan manusia.
“Kita ingin anak-anak di Sabang juga memiliki kesempatan yang sama dengan mereka yang di Jawa, Sumatera, atau daerah lainnya. Sekolah ini bukan sekadar tempat belajar, tapi rumah bagi harapan,” tambahnya.
Di balik pernyataan itu, ada wajah-wajah kecil yang setiap pagi berjalan kaki menembus kabut, meniti jalan berbatu menuju sekolah yang mungkin tanpa pagar dan lantai semen.
Ada pula orang tua yang memilih berhutang demi membeli seragam anaknya. Sabang, meski elok dan beranda depan Indonesia, masih menyimpan cerita getir soal ketimpangan akses pendidikan.
Di sinilah makna “mendidik dengan hati” menemukan relevansinya bahwa sekolah bukan hanya ruang transfer ilmu, melainkan ruang penyembuhan sosial.
Ketua Komisi D DPRK Sabang, Ridwan, juga memandang program ini sebagai terobosan besar yang layak diperjuangkan bersama. Ia menegaskan bahwa DPRK akan menjadi mitra strategis Pemko dalam proses pengajuan hingga realisasi program ini.
“Kami akan kawal, dari tahap perencanaan, pengajuan, hingga implementasi. Karena kalau bicara masa depan, ini investasi terbesar yang bisa dilakukan sebuah daerah,” katanya mantap.
Sekolah untuk Semua
Sekolah Rakyat dirancang sebagai lembaga pendidikan berasrama penuh (boarding school), tempat para siswa tak hanya menimba ilmu, tetapi juga hidup bersama dalam lingkungan yang mendidik kedisiplinan, karakter, serta kemandirian.
Semua biaya pendidikan, akomodasi, hingga kebutuhan dasar siswa ditanggung oleh negara. Tidak ada biaya yang membebani orang tua. Tidak ada kesenjangan antara si kaya dan si miskin, sebab semua anak datang dengan satu identitas: pelajar bangsa.
Konsep ini menjadi oase bagi anak-anak yang selama ini harus memilih antara bekerja membantu orang tua atau melanjutkan sekolah. Melalui Sekolah Rakyat, pilihan pahit itu tak perlu lagi dihadapi.
Pendidikan di sekolah ini akan diarahkan pada pembentukan karakter, keterampilan vokasi, serta penguatan literasi digital dan sosial. Tujuannya sederhana, namun mendalam. Melahirkan generasi tangguh yang mampu berdiri di atas kaki sendiri, sekaligus menjadi pendorong perubahan di lingkungannya.
“Kita berharap output dari Sekolah Rakyat bukan hanya lulusan dengan ijazah, tapi manusia dengan bekal hidup. Mereka yang tahu bagaimana menghadapi dunia dengan ilmu, keterampilan, dan akhlak,” ungkap Ridwan.
Bayangkan setiap pagi di asrama sederhana itu, anak-anak bangun sebelum matahari menembus kabut laut, menata tempat tidur mereka, lalu berbaris rapi untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Di sela-sela pelajaran, mereka bercocok tanam, belajar membuat kerajinan tangan, memelihara ikan, hingga mengenal teknologi sederhana untuk kehidupan sehari-hari.
Sekolah Rakyat bukan hanya mengajarkan rumus dan teori, tetapi menanamkan etos kerja dan rasa percaya diri: bahwa meski lahir di pulau kecil, mereka bisa menatap dunia yang besar dengan kepala tegak.
Dalam konteks nasional, program ini sejalan dengan Asta Cita, delapan arah pembangunan pemerintahan yang menitikberatkan pada penghapusan kemiskinan ekstrem dan peningkatan kualitas manusia Indonesia.
Sabang, dengan segala keterbatasan geografisnya, menjadi cermin kecil dari makna besar pembangunan yang inklusif.
Dari Lhok Igeuh untuk Indonesia
Wakil Walikota Sabang, Suradji Junus, menegaskan bahwa Pemerintah Kota Sabang tengah mempersiapkan langkah konkret untuk mendukung program ini. Salah satunya adalah dengan menyiapkan lokasi calon lahan pembangunan sekolah.
“Untuk Sabang, rencananya kita mau ajukan lahan yang ada di kawasan Lhok Igeuh. Namun, terkait luasan lahan dan kelayakannya, kita masih akan melakukan pengecekan kembali,” jelas Suradji dengan nada hati-hati namun optimistis.
Ia menambahkan, Pemerintah Kota Sabang berkomitmen kuat untuk mendukung program nasional tersebut.
“Yang pasti, Sabang tetap mendukung program Asta Cita. Kita ingin anak-anak di pulau ini juga mendapatkan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang,” katanya.
Lhok Igeuh bukan sekadar hamparan tanah di ujung pulau, ia adalah simbol tekad masyarakat Sabang untuk bangkit bersama. Di sana, nanti akan berdiri sekolah dengan dinding bercat putih, halaman yang dipenuhi tawa anak-anak, dan guru-guru yang datang bukan hanya untuk mengajar, tetapi untuk mengabdi.
Sekolah itu akan menjadi mercusuar tempat di mana ilmu dan kasih berpadu, dan dari sanalah cahaya kecil akan menembus gelapnya keterbatasan.
Bagi Suradji, Sekolah Rakyat bukan sekadar proyek pembangunan fisik.
Ia adalah simbol perhatian negara terhadap wilayah terluar, wilayah yang kerap disebut sebagai beranda depan Indonesia, namun sering merasa berada di halaman belakang pembangunan.
Kini, dengan dukungan DPRK dan sinergi Pemko, Sabang tengah bersiap untuk membuka lembaran baru.
Harapan dari Ujung Barat Negeri
Ketika kapal menepi di dermaga Balohan, matahari sore Sabang memantulkan cahaya keemasan di permukaan laut yang tenang. Di sanalah harapan baru itu mulai bersemi tentang anak-anak yang akan belajar, tentang guru-guru yang akan mengajar dengan hati, tentang ruang-ruang kelas yang akan menjadi tempat lahirnya cerita baru.
Sekolah Rakyat bukan sekadar bangunan dengan dinding dan atap, melainkan perwujudan kasih negara kepada rakyatnya. Ia adalah pelukan untuk mereka yang selama ini berjalan dalam kesunyian kemiskinan, sekaligus jembatan menuju masa depan yang lebih manusiawi.
Mungkin kelak, bertahun-tahun kemudian, dari Sabang akan lahir seorang insinyur, guru, pelukis, atau pemimpin yang pernah duduk di bangku Sekolah Rakyat itu. Mereka akan membawa cerita tentang bagaimana negara hadir, bukan dengan janji, melainkan dengan bukti.
Dan ketika itu terjadi, dunia akan tahu bahwa perubahan besar bisa dimulai dari pulau kecil, dari hati yang percaya bahwa setiap anak bangsa berhak atas cahaya pendidikan.
DPRK Sabang, melalui suara para wakil rakyatnya, telah menyalakan lentera pertama. Pemko Sabang bersiap menempuh jalannya.
Dan di ujung barat Indonesia, di pulau yang indah dan damai itu, bangsa ini sedang menuliskan satu babak baru dalam perjalanan panjangnya bahwa setiap anak Indonesia, di manapun mereka lahir, berhak mendapatkan pendidikan yang bermartabat dan penuh cinta.