Menurut Ketua Badan Khusus Komunikasi dan Digitalisasi PGRI Wijaya, pemerataan guru di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) masih menjadi tantangan besar. Rasio murid dan guru secara nasional memang relatif baik di angka 16:1, tetapi distribusinya tidak merata.
“Hingga kini, banyak guru yang harus mengajar lintas mata pelajaran karena keterbatasan tenaga pendidik di pelosok,” ucap Wijaya.
Dia menjelaskan, pengabdian guru di lapangan memperlihatkan fakta berbeda dari stigma beban negara. Di Sigi, Sulawesi Tengah, guru SMPN 16 mendaki bukit dan mengunjungi rumah siswa hingga tiga kali seminggu karena ketiadaan internet dan listrik.
”Di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, seorang guru honorer bernama Rudi Hartono setiap hari menyeberangi sungai dengan rakit bambu, bahkan menggendong muridnya ketika arus deras agar mereka tetap bisa bersekolah. Sementara di Lebak, Banten, Jubaedah sudah 30 tahun berjalan kaki menembus jalan hutan, meski pernah terperosok jurang, demi memastikan anak-anak di desanya tetap belajar,” tandas Wijaya.