“Perlahan, wilayah-wilayah ruang hidup mereka akan hilang. Sementara, pertambangan ini jangka waktunya tidak lama, hanya gali, angkut, pergi, dan meninggalkan masyarakat tapi dampaknya begitu besar,” imbuhnya.
Upaya menolak pertambangan nikel di Raja Ampat Greenpeace, bersama lebih dari 60.000 orang yang telah menandatangani petisi penolakan tambang nikel PT Gag Nikel.
Organisasi ini juga berkomitmen untuk terus melawan segala bentuk operasi tambang di Raja Ampat. “Kami mendesak pemerintah segera mencabut izin PT Gag Nikel serta menghentikan semua rencana penambangan nikel dan pembangunan smelter di Sorong maupun Raja Ampat,” kata Arie.
“Tak ada nikel yang sepadan dengan hancurnya ekosistem Raja Ampat yang disebut-sebut sebagai surga terakhir di Bumi ini,” pungkas dia.
Arie menegaskan, beroperasinya kembali tambang nikel di Raja Ampat telah menyalahi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Menurut dia, tindakan yang dilakukan pemerintah termasuk pengabaian langsung terhadap ekosistem laut Raja Ampat. “Ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap komitmen iklim Indonesia, sekaligus memperdalam krisis ekologis yang sudah mengancam negeri ini,” tambahnya.