TAKENGON — Korupsi akhir-akhir ini makin marak terjadi dengan modus operandi yang makin canggih seiring dengan kemajuan teknologi informasi.
Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), telah melintasi batas negara dengan pembuktian yang semakin sulit. Bukan saja telah bersifat trans nasional dan nasional.
Bahkan penyakit korupsi telah masuk ke kampung-kampung. Karenanya, diperlukan keterlibatan semua unsur masyarakat untuk memberantas korupsi.
Demikian pernyataan Dr Taqwaddin Husin, dalam Kuliah Umum Aspek Hukum Pemberantasan Korupsi, yang disampaikan di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Aceh Tengah (STIHMAT) Takengon, Aceh Tengah, Sabtu (21/5/2022).
Dengan mengutip pendapat Koffi Anan, mantan Sekjen PBB, korupsi bagaikan korosi yang telah menimbulkan dampak yang merusak berbagai sendi kehidupan bernegara. Dampak tersebut meliputi antara lain bidang ekonomi, kemiskinan rakyat, kerusakan lingkungan/sumber daya alam, buruknya pelayanan publik, dan lain-lain.
Jika ini dibiarkan, maka kemiskinan rakyat makin membesar dan ini akan berbahaya bagi kelangsungan negara.
“Hemat saya diperlukan revolusi mental yang aktual untuk memberantas korupsi. Maksudnya bukan revolusi yang hanya diungkapkan dalam retorika, tetapi revolusi mental yang dibuktikan oleh penyelenggara negara dalam tataran realita,” tegas Dr Taqwaddin yang saat ini menjabat sebagai Hakim Tinggi Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh.
Kuliah umum ini diikuti oleh sekitar 100-an mahasiswa dan dosen serta turut hadir juga Ketua dan Wakil Ketua STIHMAT Amir Syam SH MH dan Fauzi SH MH.
Beberapa mahasiswa antusias menyimak kuliah ini dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar isu pemberantasan korupsi.
Merespon semua pertanyaan tersebut, Dr Taqwaddin yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) menjawabnya secara bijak, tepat dan edukatif serta menyarankan agar para mahasiswa terus menerus belajar dengan motto “Tahu banyak yang sedikit, dan tahu sedikit yang banyak”. (IA)