Ternyata Ini Penyebab Sengketa Perbatasan Thailand-Kamboja Meledak
Dalam percakapan bulan Juni tersebut, Paetongtarn menyebut mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sebagai “paman” dan mengkritik kepemimpinan militer Thailand. Pernyataan itu dianggap tidak menghormati kedaulatan nasional oleh banyak kalangan di Thailand.
Hun Sen, yang kini menjabat Presiden Senat Kamboja, merupakan sekutu lama ayah Paetongtarn, Thaksin Shinawatra. Namun, hubungan keduanya memburuk akibat sengketa perbatasan.
Kebocoran rekaman itu memicu kemarahan publik dan aksi protes. Koalisi Pheu Thai yang dipimpin Paetongtarn juga terguncang setelah Partai Bhumjaithai menarik dukungan karena menilai Paetongtarn terlalu lunak terhadap Kamboja.
Paetongtarn telah meminta maaf dan menyatakan bahwa komentarnya merupakan bagian dari strategi negosiasi. Posisi perdana menteri kini dijabat sementara oleh sekutunya, mantan Menteri Pertahanan Phumtham Wechayachai.
Sengketa Perbatasan yang Berulang
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah menjadi sumber ketegangan selama bertahun-tahun. Kedua negara berbagi garis perbatasan darat sepanjang lebih dari 800 kilometer.
Perebutan wilayah bermula dari peta tahun 1907 yang dibuat semasa kolonialisme Prancis untuk memisahkan wilayah Kamboja dari Thailand. Kamboja menggunakan peta tersebut sebagai dasar klaim, sementara Thailand menyebut peta itu tidak akurat.
Salah satu konflik paling sengit terjadi di sekitar Candi Preah Vihear yang berusia lebih dari 1.000 tahun. Pada 1962, Mahkamah Internasional menetapkan wilayah candi tersebut sebagai bagian dari Kamboja, yang hingga kini masih menjadi sumber ketegangan.
Kamboja kembali membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional pada 2011 setelah bentrokan dengan pasukan Thailand menewaskan sekitar 20 orang dan menyebabkan ribuan warga mengungsi. Pada 2013, Mahkamah Internasional kembali mengukuhkan putusan sebelumnya yang memenangkan Kamboja.