Tersangka Korupsi Lahan Pusat Zikir NAIC Bertambah, Mantan Keuchik Ulee Lheue Ditangkap
BANDA ACEH — Jumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan pusat Zikir Nurul Arafah Islamic Center (NAIC) di Gampong Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh bertambah lagi.
Sebelumnya pihaknya kepolisian sudah menetapkan SH (46), sebagai pelaku. SH merupakan mantan Kasi Pemerintahan Gampong Ulee Lheue yang menjabat tahun 2016 – 2021.
SH ditetapkan sebagai tersangka, dalam proyek pengadaan yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dinas PUPR Kota Banda Aceh tahun anggaran 2018 dan 2019.
Kali ini pihak kepolisian kembali mengamankan DA (52), mantan Keuchik Ulee Lheu atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Ia ditangkap pada Senin (3/7/2023) sekira pukul 14.00 WIB bersama SH yang juga Mantan Kasi Pemerintahan Gampong Ulee Lheue.
Penangkapan kepada tersangka yang diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang terhadap penerimaan dana ganti rugi dari pengadaan tanah untuk lahan pusat zikir Nurul Arafah Islamic Center di Desa Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa yang bersumber dari dana APBK Dinas PUPR Kota Banda Aceh 2018 dan 2019.
Hal itu disampaikan Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli melalui Kasat Reskrim, Kompol Fadillah Aditya Pratama
“Keduanya ditangkap setelah berdasarkan keterangan saksi, fakta-fakta yang ada,” kata Fadillah, Selasa (4/7/2023).
Ia mengatakan, berdasarkan fakta-fakta yang ada, DA berperan membuatkan SKT untuk dua persil tanah milik gampong.
Namun, ia dengan sengaja tidak mendaftarkan ke dalam buku inventaris aset gampong.
Kemudian ia dengan sengaja melampirkan rekening pribadi miliknya, dalam proses pencairan dana pembebasan tanah milik gampong sebesar Rp 223.531.120.
“Namun seharusnya dilampirkan rekening milik gampong bukan milik pribadi,” ujarnya.
Selanjutnya, DA bersama SH dengan sengaja membuat sporadik atas nama SH untuk sebagian tanah milik gampong.
Dimana seolah-olah tanah tersebut menjadi tanah pribadinya dan melampirkan rekening pribadi SH untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
“Dana pembebasan tersebut telah digunakan digunakan oleh kedua tersangka yang tidak sesuai prosedur,” sebutnya.
Sementara dalam kasus tersebut SH berperan untuk mengakui tanah yang awalnya kosong merupakan miliknya.
Keduanya membuat sporadik tanah Persil No. 13 tersebut, seolah-olah tanah tersebut menjadi miliknya dan pada sporadik tersebut dibuat dengan tanggal mundur.
Selain itu tujuan SH melampirkan rekening pribadinya tak lain untuk mendapat keuntungan pribadi bersama DA, dimana dana yang masuk ke rekeningnya sebesar Rp 142.809.932.
“SH ini juga sudah mengakui telah menggunakan dana pembebasan tanah prosedur itu sebagian untuk kebutuhan pribadinya,” jelasnya.
Dalami keterlibatan pihak dinas
Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama mengatakan, saat ini pihaknya juga sedang mendalami adanya keterlibatan pihak dinas terkait.
Ia mengatakan, keterlibatan dari pihak dinas terkait yang melakukan pembebasan diduga dengan sengaja tidak melakukan penelitian atau pengukuran serta verifikasi.
Hal itu dilakukan secara mendetail terhadap dokumen-dokumen yang dilampirkan untuk tiga Persil tanah milik Gampong, dan mengetahui bahwa dibayarkan ke dalam rekening pribadi.
Namun, seharusnya dibayarkan ke rekening desa.
Sebelumnya diberitakan, dari hasil Audit BPKP Perwakilan Aceh mendapat temuan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.008.057.357,- dari tiga persil tanah milik gampong, atas dugaan tindak pidana pembebasan lahan tersebut.
Dari perbuatannya, kedua pelaku terbukti melanggar UU RI No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, pasal 41 ayat (4).Permendagri No.1 Tahun 2016 tentang pengelolaan Aset Desa, pasal 19 ayat (1), pasal 33, serta Perpres RI No.148 Tahun 2015 atas perubahan keempat dari Perpres RI No.70 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka dipersangkakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 8 Jo Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU RI No.31 THN 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 THN 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
DA dan SH diancam hukuman selama 20 tahun kurungan penjara. (IA)