Terungkap! Tersangka Pemerkosa Dokter PPDS RSHS Gunakan Obat Bius Milik Rumah Sakit
Bandung, Infoaceh.net – Fakta mengejutkan kembali terungkap dalam kasus pemerkosaan terhadap dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anastesi RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung oleh tersangka Priguna Anugerah Pratama.
Penyidik mengungkap bahwa pelaku membius korban sebelum melakukan aksi bejatnya, dan obat bius yang digunakan diambil langsung dari dalam lingkungan rumah sakit tempat ia bekerja.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, dalam keterangannya pada Senin, 9 Juni 2025.
“Semua dari dalam lah. Diambil dari dalam (RSHS Bandung),” ujar Kombes Surawan.
Surawan menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan psikologis, tersangka Priguna diketahui memiliki gangguan perilaku seksual (fetish) terhadap orang yang tidak berdaya atau dalam kondisi pingsan.
“Ada fantasi terhadap orang-orang yang tidak berdaya. Istilahnya fetish,” jelasnya.
Akibat perbuatannya, Priguna dijerat dengan pasal pemberatan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), khususnya terkait pemerkosaan terhadap korban dalam keadaan tidak sadar atau tak berdaya.
“Ada pemberatan pemerkosaan terhadap orang yang tidak berdaya di UU TPKS. Coba dicek pasal pastinya,” imbuhnya.
Kepolisian menyebut hasil tes DNA juga telah memperkuat keterlibatan Priguna. Identifikasi rambut korban yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) identik dengan hasil uji laboratorium yang mengarah pada tersangka.
Selain itu, hasil uji toksikologi menunjukkan adanya kandungan obat bius dalam darah korban. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa pelaku dengan sengaja membuat korban tak sadarkan diri sebelum memperkosanya.
“Ada kandungan obat bius dalam darah korban. Jenis obatnya saya kurang paham, tapi itu yang digunakan Priguna,” jelas Surawan.
Melihat modus yang dilakukan pelaku, Polda Jabar mengimbau manajemen rumah sakit untuk mengevaluasi sistem pengawasan dan distribusi obat-obatan berbahaya, terutama obat bius yang bisa disalahgunakan oleh tenaga medis.
“Harus ada evaluasi. Obat-obat seperti ini tidak boleh begitu saja mudah diakses tanpa pengawasan ketat,” tegas Surawan.
Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan tenaga medis yang seharusnya menjadi garda depan pelayanan kesehatan. Tindakan pelaku dianggap sangat mencoreng etika profesi kedokteran dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi rumah sakit.