Dia mengatakan meski sudah ada draf yang disiapkan, tetapi DPRA masih membuka ruang bagi masyarakat Aceh untuk memberi masukan-masukan terhadap pasal-pasal di dalam UUPA yang dianggap melemahkan kewenangan daerah tersebut.
“Nanti setelah ada sosialisasi di daerah-daerah, maka akan kita finalisasi lagi di DPRA. Jadi ini belum final, ini masih draf sementara,” kata Saiful Bahri.
Selain itu, kata Saiful Bahri, kewenangan merevisi UUPA berada di DPR RI. Sementara DPRA, menurut Saiful Bahri, hanya membuat Daftar Isian Masalah (DIM) tentang hal apa saja yang dianggap tidak sesuai dengan kewenangan dan butir-butir perjanjian damai di Helsinki lalu.
“Kita bersama-sama telah menjumpai DPR RI untuk mempertanyakan tujuan revisi UUPA. Apakah untuk memperkuat kewenangan Aceh atau justru sebaliknya,” kata Saiful Bahri.
Dalam pertemuan dengan Banleg DPR RI, kata Saiful Bahri, pihaknya mendapat masukan positif terkait wacana merevisi UUPA. Menurut pengakuan Banleg DPR RI, mereka berkeinginan agar Aceh maju dan mendapat kewenangan seperti yang disepakati dalam MoU Helsinki.
“Menurut keterangan dari Banleg DPR RI, maka itulah diharapkan partisipasi penuh dari semua anggota DPRA dan masyarakat Aceh. Lantaran Banleg DPR RI meminta bantuan tersebut, maka kita penuhi untuk membuat naskah akademik dan draft revisi UU PA sesuai keinginan rakyat Aceh,” kata Pon Yahya yang turut didampingi Wakil Ketua Dalimi dan Ketua Banleg Mawardi atau Teungku Adek.
Presentasi Naskah Akademik dan draf revisi UUPA tersebut turut dihadiri sejumlah anggota DPRA dari lintas fraksi. Hadir pula para politisi, akademisi dan praktisi hukum.
Salah satu anggota DPRA Tgk Muhammad Yunus, mengapresiasi kinerja Tim USK yang telah menyusun draf revisi UU PA. Dia berharap koleganya untuk tidak jenuh membahas Undang-Undang Pemerintah Aceh yang menjadi kekhususan daerah tersebut.
“Karena apa yang kita perjuangkan ini adalah kekhususan untuk anak cucu kita,” kata politisi Partai Aceh itu.
Sementara Ridwan Yunus dari Fraksi Gerindra berharap revisi ini turut mengatur agar Qanun yang dilahirkan oleh UUPA harus dipandang sama dengan Peraturan Pemerintah (PP). Menurutnya kalau qanun yang dilahirkan dari rahim UU PA tidak dipandang sama dengan PP, maka akan menjadi sia-sia upaya dewan melahirkan aturan hukum tersebut.