Jakarta, Infoaceh.net – Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haythar, melakukan pertemuan strategis dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Prof Dr Sunarto SH MH di Gedung MA, Selasa (12/8/2025), membahas penguatan peradilan syariat Islam di Aceh.
Pertemuan itu dihadiri jajaran pimpinan MA, mulai dari Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar Pembinaan, hingga Dirjen Badan Peradilan Agama.
Dari pihak Aceh, Wali Nanggroe turut didampingi Majelis Tuha Peut dan Tuha Lapan, Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, anggota DPRA, serta perwakilan Biro Hukum Setda Aceh.
Dalam pembicaraan, Wali Nanggroe menegaskan bahwa Mahkamah Syar’iyah Aceh adalah amanah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memiliki kewenangan lebih luas dibanding peradilan agama di daerah lain.
Selain perkara perdata seperti perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah, sedekah, wasiat, dan ekonomi Islam, Mahkamah Syar’iyah juga menangani perkara pidana Islam (jinayah) yang hanya berlaku di wilayah Aceh.
“Pelaksanaan keistimewaan Aceh sudah berjalan, tetapi belum maksimal. Perlu dukungan penuh dari Mahkamah Agung, mulai dari rekrutmen hakim, pelatihan, hingga fasilitas dan pembiayaan,” ujar Tgk. Malik Mahmud.
Tantangan Pendanaan dan SDM
Ketua MA Prof.l Sunarto menyambut baik usulan tersebut, namun mengingatkan keterbatasan anggaran yang bersumber dari APBN. Menurutnya, kendala serupa juga dihadapi peradilan lain di Indonesia.
Ia menekankan pentingnya hakim putra daerah untuk memimpin Mahkamah Syar’iyah agar lebih memahami budaya dan hukum Aceh.
Namun, keterbatasan jumlah hakim asal Aceh membuat MA harus tetap mengisi posisi dari luar daerah jika diperlukan.
“Perguruan tinggi di Aceh, seperti UIN Ar-Raniry dan USK, harus mempersiapkan lulusan terbaik untuk menjadi calon hakim MA,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Ketua MA juga mengungkapkan bahwa revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah dibahas DPR RI akan berdampak pada hukum acara jinayah di Aceh.
“Kita pastikan hukum acara jinayah tetap diakomodir dalam KUHAP dan khusus berlaku di Aceh,” tegasnya.