Waspada, Abolisi Kasus Tom Lembong Digunakan sebagai Modus untuk Menyelamatkan Kasus Ijazah Palsu Jokowi
Oleh Ahmad Khozinudin, S.H. | AdvokatTHOMAS Trikasih Lembong (Tom Lembong) bebas, kita semua bersyukur. Karena tidak boleh ada vonis penjara yang diterapkan kepada orang yang tidak bersalah. Tom Lembong tidak bersalah, karena hanya menjalankan kebijakan import gula dari Jokowi, Presiden paling gemar import sejak era Soekarno.
Namun, Tom Lembong bebas melalui Abolisi Presiden Prabowo? Kita patut waspada, karena, euforia kebebasan Tom Lembong dan sikap permisif mengangkangi hukum dengan kebijakan Politik Abolisi, bisa disalahgunakan untuk kepentingan lain. Salah satunya, untuk menyelamatkan Jokowi dari jerat kasus ijazah palsu.
Saat ini, Jokowi tak bisa menggunakan pendekatan represi untuk membungkam pengkritik ijazah palsu seperti yang telah dilakukannya kepada Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur. Saat itu, Jokowi masih berkuasa penuh, dukungan publik pada Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur masih sedikit. Sehingga, pembungkaman mudah dilakukan.
Hari ini berbeda, hasil kajian Dr Rismon Sianipar didukung oleh dua alumni UGM lainnya, yakni Dr Roy Suryo dan Dr Tifauzia Tyassuma. Kajian Dr Rismon Sianipar yang menyimpulkan skripsi dan ijazah Jokowi 11.000 triliun persen palsu, juga mendapat dukungan luas dari seluruh rakyat Indonesia.
Karena itu, meskipun Jokowi telah membuat laporan polisi tentang pencemaran dan fitnah (Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP), namun tak semudah itu membungkam kebenaran. Dr Rismon Sianipar, Dr Roy Suryo dkk, tidak bisa dibungkam.
Sebenarnya, Jokowi sendiri sudah stres berat menghadapi kasus ijazah palsu ini. Sejumlah strategi, telah ditempuh untuk keluar dari belenggu ijazah palsu, namun sejauh ini belum ada yang membuahkan hasil.
Pertama, Jokowi membuat laporan polisi dengan harapan Dr Rismon Sianipar dkk melemah, minta maaf, terjadi perdamaian dan laporan dicabut. Proposal damai dengan rekomendasi meminta maaf ini, berulangkali diobral kubu Jokowi. Ada yang melalui Ade Darmawan (PERADI BERSATU), Terpidana SILFESTER MATUTINA (Solidaritas Merah Putih), Lechumanan (Peradi Bersatu), Andi Azwan (Jokowi Mania), Frederick Damanik (Projo), dan yang lainnya.
Modusnya, sambil menakut-nakuti Dr Rismon Sianipar dkk masuk penjara.
Namun, langkah ini buntu dan selalu mengalami kegagalan. Dr Rismon Sianipar dkk, tidak gentar menghadapi proses hukum. Dr Rismon Sianipar dkk, tidak sudi menjual harga diri dan kebenaran ilmiah, ditukar dengan kebebasan melalui permintaan maaf.
Kedua, Jokowi kemungkinan membuka opsi meminjam tangan Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui penerbitan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan), atau melalui Deponering demi hukum (pengesampingan kasus dengan tidak melakukan tuntutan).
Makanya, kasus dikebut. Belum lama ini, Penyidik Polda Metro Jaya menerbitkan SPDP ke Kejaksaan Negeri DKI Jakarta. Selanjutnya, sejumlah pihak telah diperiksa di tahap penyidikan. Akankah modus ini dieksekusi? Kita lihat saja nanti.
Ketiga, yang paling aman adalah Jokowi meminta kepada Presiden Prabowo Subianto agar kasus ini di abolisi. Abolisi, berarti penghapusan peristiwa pidana. Maksudnya, kasus ijazah palsu Jokowi dihapus dan tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, dengan konsekuensi Jokowi selamat, 12 orang terlapor juga dihentikan kasusnya.
Modus penyelamatan Jokowi melalui Abolisi ini, di awali dengan memberikan abolisi kepada Tom Lembong. Ketika publik terkesima, dan membenarkan kebijakan Abolisi meski secara hukum bermasalah , bukan tidak mungkin Prabowo Subianto juga akan menyelamatkan Jokowi dari belenggu ijazah palsu melalui proses Abolisi kasus ini.
Karena sejatinya, Jokowi tidak mau diperiksa di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Jokowi juga tak mau, aib ijazah palsu miliknya diketahui publik lewat pengadilan.
Pada saat yang sama, jika Jokowi memiliki ijazah asli, tentu PRABOWO SUBIANTO dapat dengan mudah memanggil Jokowi (seperti memanggil kepala PPATK) dan memerintahkan untuk memperlihatkan ijazah Jokowi agar polemik dan pembelahan anak bangsa segera berakhir. Tapi lagi-lagi, cara ini tak mungkin ditempuh, karena ada masalah di ijazah tersebut.
Akhirnya, dengan modus abolisi kasus ijazah palsu Jokowi di hapus, dianggap tidak pernah ada kasus Ijazah palsu seorang Presiden RI dua periode, dan berharap Jokowi happy dan 12 nama terlapor juga happy karena kasusnya ditutup.
Tapi penyelesaian cara ini, sama saja mewariskan aib bagi bangsa ini, juga bagi generasi bangsa selanjutnya. Karena itu, kasus ijazah palsu Jokowi harus diadili. Selain itu merupakan kejahatan pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, tetapi juga merupakan kejahatan KEBOHONGAN JOKOWI terhadap seluruh rakyat Indonesia. [].