Wiratmadinata: Penyebaran Berita Hoax Karena Rendahnya Literasi Media

By Redaksi
3 Min Read
Dekan Fakultas Hukum Unaya Dr Wiratmadinata SH MH saat memberikan materi dalam kegiatan Dialog Isu Aktual di Aceh, bersama OKP, LSM, wartawan dan tokoh masyarakat, Rabu (6/10) di Kuala Simpang, Aceh Tamiang

KUALA SIMPANG — Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih serius dalam upaya pendidikan literasi media digital kepada warga, terutama kalangan remaja dan pemuda, agar mereka tidak terjebak dalam penyebaran berita hoax, fake news dan sejenisnya. Rendahnya literasi media berdampak buruk pada kehidupan sosial dan politik di Indonesia.

Hal itu disampaikan Dr Wiratmadinata SH MH dalam kegiatan Dialog Isu Aktual di Aceh, bersama OKP, LSM, Wartawan dan tokoh masyarakat Rabu (6/10) di Kuala Simpang, Aceh Tamiang. Kegiatan ini difasilitasi oleh Badan Kesbangpol Aceh.

Pada kesempatan itu, Akademisi dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh itu menjelaskan, saat ini berita hoax atau berita palsu, diproduksi oleh orang-orang atau kelompok tertentu dengan tujuan beragam.

[bacajuga berdasarkan="category" mulaipos="0" judul="Baca Juga : "]

Tapi menurut Wiratmadinata, intinya menyampaikan kebohongan terus-menerus, terutama melalui kanal media sosial (Medsos) seperti FB, IG, Twitter, media online abal-abal, dan sejenisnya, sehingga orang “tercuci otaknya” dan menganggap suatu kebohongan sebagai kebenaran.

“Kebohongan yang diceritakan satu kali adalah kebohongan, tapi kebohongan yang diceritakan terus-menerus, viral dan dikemas dengan apik, lama-lama dianggap sebagai kebenaran. Itulah bahayanya hoax,” kata akademisi yang juga Pengurus FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) Aceh itu.

Dikatakan Wiratmadinata, materi kebohongan dalam berita hoax biasanya bermotif politik, misalnya mendiskreditkan Pemerintah, menuding negatif kelompok lain yang tak disukai, mendiskreditkan tokoh masyarakat tertentu dan individu tertentu. Semuanya dengan tujuan politik.

[bacajuga berdasarkan="category" mulaipos="1" judul="Baca Juga : "]

Dampaknya adalah meningkatkan kebencian, membangkitkan amarah dan memicu ketegangan dan mengakibatkan konflik.

“Hoax juga bisa merusak ketahanan nasional, akibat generasi muda diprovokasi untuk membenci pemerintah, melecehkan negara sendiri dan akhirnya anarkis serta menurunkan kebanggan atas negara sendiri atau menurunnya nasionalisme,” ungkap Wira.

Di bagian akhir, akademisi yang juga mantan jurnalis itu memberikan tips mengenal ciri -ciri berita hoax di antaranya, membangkitkan kebencian atas suatu kelompok dengan membuat labelling (julukan negatif) misalnya “cebong” atau “kampret”.

[bacajuga berdasarkan="category" mulaipos="2" judul="Baca Juga : "]

Sumber beritanya tidak jelas sehingga tidak bisa diverifikasi, memanfaatkan fanatisme agama dan ideologi, misalnya Islam vs Pancasila, diadu domba, manipulasi foto dan video, serta selalu ada perintah “viralkan” atau “share”.

“Kita harus tahu ciri berita hoax ini agar tahu pula cara mencegah diri sendiri agar tidak jadi penyebar berita hoax,” ujarnya menjelaskan.

Wiratmadinata berharap, agar pemerintah tidak lagi menganggap masalah literasi media digital ini sebagai persoalan kecil.

Sebab berbagai masalah sosial, ekonomi dan politik yang sedang dihadapi akan semakin sulit untuk diselesaikan, apabila berita-berita palsu yang disinformatif menyebar secara masif di tengah masyarakat.

“Orang mudah diprovokasi, kohesi sosial jadi rentan dan konflik politik mudah terjadi, karena persepsi publik dikacaukan oleh berita hoax di media sosial. Jadi pemerintah wajib melindungi rakyat dari serangan berita hoax,” ucap Wiratmadinata, menutup pembahasan. (IA)

author avatar
Redaksi
Redaksi INFOACEH.net
Share This Article
Redaksi INFOACEH.net