Direktur RSUDZA, Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT K-Spine FICS.
Banda Aceh — Kunjungan pasien dan masyarakat yang berobat baik rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit rujukan di Aceh saat ini sudah berkurang drastis.
Selain itu, ada juga masyarakat yang merasa takut berobat ke rumah sakit di tengah kondisi pandemi Coronavirus Disease (Covid-19). Akibatnya, pendapatan pihak rumah sakit juga ikut menurun.
Hal itu terungkap dalam diskusi virtual bertemakan ‘Pelayanan Kesehatan Selama Covid-19 di Aceh’ yang digelar Ombudsman RI Perwakilan Aceh. Kegiatan yang diikuti 89 orang partisipan ini berlangsung hangat Rabu (3/6).
Narasumber yang mengisi diskusi tersebut diantaranya Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin Husin, Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Hanif, Direktur RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT K-Spine FICS, Direktur RSUD Cut Meutia Aceh Utara drg. Nurhaida, M.PH dan
Ketua Komisi V DPR Aceh Falevi Kirani. Diskusi dipandu Ilyas Isti.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh menyampaikan berbagai keluhan masyarakat selama ini.
“Kami banyak mendapatkan informasi bahwa paramedis selama ini kurang responsif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, obat yang kurang di rumah sakit, kinerja apotik yang lamban, serta biaya pemeriksaan swab yang mahal,” papar Taqwaddin.
Menanggapi hal tersebut, Direktur RSUDZA dr. Azharuddin membenarkan bahwa kunjungan pasien ke rumah sakit selama pandemi Civid-19 turun drastis.
“Iya, selama ini pelayanan pasien berjalan seperti biasa dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan, namun kunjungan pasien berkurang drastis. Yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan untuk jasa medis” kata Azharuddin.
“Perlu kami sampaikan juga bahwa perawatan pasien Covid-19 kita menggunakan gedung RSUDZA lama, jadi bukan di gedung baru. Kita pisahkan pelayanannya untuk pasien umum guna meminimalisir terjadinya penularan” sambung Azharuddin.
Hal yang sama terkait turunnya kunjungan pasien ke poliklinik juga disampaikan Direktur RSUD Cut Meutia Aceh Utara, drg. Nurhaida M.PH
“Pendapatan rumah sakit saat ini menurun drastis karena berkurangnya kunjungan pasien ke poli, sehingga klaim BPJS juga berkurang. Pertamanya kita memang membatasi jumlah layanan, supaya adanya sosial distancing selama pandemi Corona. Selanjutnya masyarakat sendiri secara alami yang membatasi diri dan kurang berani berkunjung ke rumah sakit setelah ada beberapa kasus Corona di Aceh Utara,” sebut Nurhaida.
Namun demikian untuk pelayanan tetap berjalan dengan mengedepankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang telah ditentukan.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Hanif menilai selama ini pelayanan kesehatan sudah mulai membaik dibandingkan pada kondisi awal terjadi Covid-19.
“Pelayanan kesehatan sudah membaik dan dilakukan dengan mengedepankan protokol kesehatan. Terkait APD stok kita memang masih terbatas selama ini. Selanjutnya, untuk mempermudah sistem rujukan, kita akan meningkatkan koordinasi antara pihak desa dengan petugas kesehatan di Puskesmas,” kata Hanif.
Menanggapi para pemateri, salah satu partisipan yang bergabung dalam diskusi tersebut Bahtiar Ariga dari Bener Meriah menyampaikan, saat ini di Bener Meriah, tidak ada ambulans yang digunakan khusus untuk pasien Covid-19. Padahal sudah ada beberapa masyarakat yang teridentifikasi positif Corona.
Selanjutnya, Nurlaily Idrus, Anggota Komisi Informasi Aceh juga turut mempertanyakan keterbukaan informasi yang valid terkait anggaran Covid-19 yang tidak terpublis, padahal anggaran bukanlah data dikecualikan. Sedangkan informasi mengenai data pasien adalah data dikecualikan, namun sayang, data tersebut pula yang sering beredar di publik.
Alfian, Koordinator MaTA juga menyampaikan supaya pengadaan barang dan jasa untuk alat kesehatan maupun obat-obatan agar dibuka ke publik. Hal ini penting agar masyarakat mengetahui kemana saja anggaran Covid-19 digunakan dan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah.
Mengklarifikasi para penanya, dr. Hanif menyampaikan, untuk ambulance boleh saja digunakan untuk pasien Covid-19 ataupun non Covid-19, namun tetap mengacu pada protokol kesehatan.
“Iya boleh saja digunakan untuk semua pasien, petugasnya menggunakan APD lengkap dan selanjutnya ambulans tersebut juga disemprot disinfektan. Namun kita akan upayakan adanya mobil khusus nantinya,” jawab Hanif.
“Mengenai data pasien Covid-19 yang bocor, mungkin ada oknum petugas yang menyebarkan. Kita akan terus tingkatkan keamanan data tersebut. Selanjutnya untuk akses data anggaran dan pengadaan barang dan jasa kami persilahkan melalui surat resmi, nanti akan kita sampaikan. Kita sangat terbuka,” tambah Hanif.
Ketua Komisi V DPR Aceh, M. Rizal Fahlevi Kirani menyampaikan agar data terkait anggaran ataupun pengadaan barang dan jasa dipublikasi.
“Data pengadaan barang dan jasa silahkan dipublis, karena itu bukan merupakan data dikecualikan. Selanjutnya kami berharap, apapun yang kurang silahkan diusulkan untuk dibeli. Karena anggarannya ada, namun setelah dibeli ya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat. Jangan nantinya menjadi barang antik,” kata Fahlevi.
“Saya berharap, swab massal secara gratis. Jangan lagi rapid test, selain kurang akurat nantinya juga harus di-swab untuk kepastiannya. Kalau itu dilakukan maka akan kerja dua kali,” tambah Fahlevi.
Mengakhiri diskusi, Dr. Taqwaddin meminta pelayanan kesehatan tetap berjalan baik, karena kesehatan merupakan pelayanan dasar kepada publik.
“Kami berharap pelayanan kesehatan dapat berjalan optimal sekalipun di masa pandemi ini, tentunya dengan mengedepankan protokol kesehatan. Hal ini penting kami sampaikan supaya tidak terjadinya maladministrasi pada pelayanan kesehatan,” tegas Taqwaddin.
Selain itu, Ombudsman juga sependapat perlunya dilakukan swab PCR massal untuk pemeriksaan Covid-19 secara gratis. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan apakah wabah Corona ada atau tidak dalam masyarakat Aceh. (IA



