BANDA ACEH — Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang membidangi pendidikan Tgk Irawan Abdullah ikut memberikan tanggapan terkait pengadaan puluhan kendaraan dinas bernilai belasan miliar oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh pada tahun 2022.
Menurutnya, selama ini pejabat di jajaran Disdik Aceh masih mengalami kekurangan jumlah kendaraan dinas dalam mengurus pendidikan.
Sehingga pada tahun ini harus dilakukan pembelian lagi karena mereka masih banyak membutuhkan mobil dinas untuk kelancaran tugas-tugasnya, yang selama ini kurang maksimal.
“Hasil pengecekan kita ke mereka, ternyata pihak Dinas Pendidikan Aceh masih kurang mobil dinas, sehingga optimal dalam mengurus pendidikan dan meningkatkan mutunya,” ujar Tgk Irawan Abdullah di Banda Aceh, Rabu (16/2).
Menurutnys, hasil konfirmasi Komisi VI DPRA ke pihak Dinas Pendidikan Aceh bahwa kendaraan-kendaraan yang ada selama ini itu sudah ada yang tidak layak pakai lagi. Kalaupun ada pengadaan mobil dinas tahun 2019-2020 tidak mencukupi untuk kantor cabang dinas (cabdin) yang mencapai 20 cabang.
“Pengadaan yang dulu masih terbatas, makanya dilakukan pembelian kendaraan dinas tahun ini dengan jumlah yang banyak, karena ada 20 kacabdin dan kendaraan yang lama itu belum memenuhi semuanya. Ini hasil konfirmasi yang kami tanyakan pada dinas ketika komisi 6 membahas persoalan tersebut.”
“Tentu kami komisi 6 akan lebih melakukan pengawasan terhadap aset kendaraan yang dimiliki oleh dinas. Memang dalam hasil survei kami dan tinjauan ke beberapa cabdin ada cabdin yang kendaraannya hampir pernah terbalik saat dalam perjalanan. Kondisi-kondidi ini memang sangat menyedihkan. Di satu sisi kita perlu melakukan peningkatan terhadap sumber daya manusia yang ada di dinas pendidikan tapi kebutuhan-kebutuhan pendukungnya tidak memadai,” terang Tgk Irawan.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menyebutkan, berkaitan dengan kendaraan dinas yang dibeli oleh dinas pendidikan Aceh tahun 2022, juga sudah melakukan pengecekan dan konfirmasi kepada pihak dinas dimana kendaraan-kendaraan itu ada yang diutamakan untuk melayani pendidikan anak-anak yang berkubutuhan khusus, sehingga ini memperjelas kepada terhadap kendaraan-kendaraan yang dibutuhkan.
Untuk kendaraan roda 2, dinas sudah sepakat untuk meniadakannya karena hal itu adalah kebutuhan untuk antar mengantar surat. Untuk kendaraan lain roda empat seperti double cabin dan lain sebagainya ini untuk kebutuhan kepala cabang dinas di 20 kantor cabdin khususnya untuk daerah-cabang yang memang kondisinya membutuhkan kendaraan sesuai kondisi lapangan yang ada.
“Namun demikian hal ini kita lihat juga kalau seandainya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan khususnya untuk pelayanan dan terapi anak-anak autis ini memang kondisi di lapangan banyak sekolah luar biasa (SLB) anak-anaknya harus diantar jemput supaya pendidikannya lebih optimal,” pungkas Irawan Abdullah.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengkritik pengadaan mobil dinas Disdik Aceh Tahun 2022 sebanyak 27 unit dengan anggaran sebesar Rp 12,776 miliar.
Ia menilai kebijakan tersebut merupakan bentuk pemborosan keuangan Aceh dan tidak ada relevansi sama sekali dengan penguatan mutu pendidikan Aceh yang saat ini masih bermasalah dan bermutu rendah.
“Kebijakan tidak populer seharusnya tidak patut diandalkan dan seharusnya anggaran berbasis kinerja bukan pada mengandalkan fasilitas mewah, sementara kualitas dan fasilitas pendidikan kita masih di bawah standar,” ujar Alfian.
MaTA mendesak Kadis Disdik Aceh dan TAPA untuk segera melakukan pembatalan pengadaan tersebut dan anggarannya dapat dialihkan untuk fasilitas pendidikan di Aceh.
“Kondisi pendidikan kita tidak dalam baik baik saja. Apapun narasi yang dibangun nantinya untuk memberi legitimasi pengadaan tersebut seolah-olah penting, merupakan bentuk tidak sehat. Seharusnya kita memiliki nalar dan mentalitas yang sehat untuk bertangungjawab pada kualitas dan fasilitas pendidikan Aceh. Bukan malah mempertontonkan kemewahan sementara hasil dari kinerja tidak baik baik saja. Kami menilai pengadaan ini sengaja direncanakan walaupun kemudian ada penolakan dari publik. Karena mentalitas birokrasi kita sudah pada akut. pengadaan ini juga dapat menguntungkan pihak tertentu, makanya sengaja didesain sedemikian rupa,” pungkasnya. (IA)



