BANDA ACEH — Pelanggaran syariat Islam di kota Banda Aceh kembali terjadi. Kejadian yang memilukan dan memalukan adalah terciduknya 11 wanita dan juga ada pria melakukan pesta miras sekitar pukul 03.00 WIB di kawasan Bundaran Ulee Lheue (depan gerbang pelabuhan), pada Ahad dini hari (16/10/2022).
Ke-11 wanita serta botol bekas minuman keras kini diamankan oleh Muspika Meuraxa, Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh serta Pemuda Kecamatan Meuraxa.
Kegiatan patroli rutin gabungan yang dilakukan oleh Muspika Meuraxa bersama Satpol PP dan WH Banda Aceh dan para pemuda dipimpin oleh Kapolsek Ulee Lheue Iptu Hilmi.
Adapun 11 wanita yang diamankan tersebut berinisial, JM (26) asal Aceh Besar, SF (22) asal Aceh Utara, AH (21) asal Aceh Utara, MF (25) asal Pidie, DS (25) asal Sumut, ROS (25) asal Banda Aceh, WN (40) asal Sumut, CNF (18) asal Bireuen, NTS (25) asal Aceh Besar, EM (25) asal Aceh Besar dan RWD (18) asal Aceh Tamiang.
Kesemua pelanggar syariat Islam dan barang bukti tersebut, kini telah diamankan oleh Satpol PP-WH Banda Aceh guna menjalankan hukuman sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2000.
“Sungguh tragedi yang merusak marwah Aceh sebagai daerah syariat Islam, dimana pemuda pemudi dengan bebasnya mulai berani melakukan pesta miras hingga pukul 3.00 Wib dini hari di kawasan Ulee Lheu Banda Aceh hingga akhirnya dihentikan warga setempat. Kejadian ini menunjukkan bahwa Bakri Siddiq telah gagal dalam menegakkan syariat Islam di ibukota Provinsi Aceh,” tegas Koordinator Gerakan Mahasiswa dan Pemuda untuk Rakyat (GeMPuR) Asrinaldi kepada media, Senin, 17 Oktober 2022.
Menurut Asrinaldi, kejadian seperti ini tidak akan terjadi jika upaya pencegahan, syiar dan ketegasan pemimpin Banda Aceh dalam penegakan syariat Islam dapat diwujudkan dalam bukti nyata bukan pencitraan dan sebatas retorika belaka.
“Seharusnya jika sudah pukul 11.00 atau pukul 12.00 Wib, jika tidak ada kebutuhan mendesak perempuan tidak dibenarkan lagi keluar rumah, namun bayangkan dengan leluasanya hingga pukul 03.00 WIB dini hari masih ada yang wanita di luar di lokasi umum melakukan pesta, hingga akhirnya warga turun langsung mengamankannya. Jelas-jelas ini menunjukkan Pj Wali Kota ini tidak serius, tidak fokus dan tidak tegas dalam upaya penegakan syariat Islam, sehingga upaya pencegahan dan upaya penertiban tak berjalan baik di bawah kepemimpinan Bakri Siddiq. Jika hal ini terus dibiarkan, bisa saja ke depan praktek prostitusi dan pelanggaran syariat lainnya akan menjamur di Banda Aceh,” ujarnya mengaku prihatin.
Dia menilai, selama ini Pj Wali Kota Bakri Siddiq hanya menunggangi isu syariat Islam untuk pencitraan belaka, sementara secara kebijakan nyata terabaikan begitu saja.
“Apa gunanya foto bersama bakda subuh jika hanya menjadikan ibadah pribadi untuk membangun pencitraan belaka, sementara pelanggaran syariat Islam dibiarkan tumbuh dimana-mana,” katanya.
Seharusnya, lanjut Asrinaldi, Bakri Siddiq sebagai seorang pemimpin bisa mengambil kutipan isi ceramah Ustadz Abdul Somad bahwa ibadah seorang pemimpin itu bukan hanya sebatas shalat dan mempertontonkannya sebagai pencitraan, tapi bagaimana menegakkan agama Allah dengan kebijakannya.
“Legitimasi hukum berupa qanun syariat islam sudah ada, perangkat untuk menangani persoalan syari’at islam mulai dari syiar, pencegahan pelanggaran hingga penertiban dan sebagainya juga sudah ada. Tinggal lagi kebijakan dan kepedulian yang sungguh-sungguh dari seorang pemimpin saja. Sungguh memilukan jika komitmen Pj Walikota Bakri Siddiq untuk penegakan syariat islam hanya sebatas retorika dan pemanis bahasa tanpa tindakan kebijakan nyata, sehingga banyak orang mulai berani melakukan tindakan-tindakan yang melanggar syariat islam bahkan di ruang publik seperti yang terjadi di Ulee Lhee. Juga selama pj Walikota Bakri Siddiq kita melihat pergelaran konser yang mencampur adukkan peremmpuan dan laki laki juga terjadi, padahal jelas-jelas karena berada di wilayah Banda Aceh dan proses perizinannya ada pada pemko. Ini menunjukkan kinerja 100 hari kepemimpinan Bakri Siddiq dalam aspek penegakan syari’at islam sangatlah runyam dan wajar dikatakan gagal,” jelasnya.
Menurutnya lagi, jika Pj Walikota terus membiarkan pelanggaran-pelanggaran syariat islam terjadi maka lebih baik mundur saja, serahkan kembali mandat itu kepada mendagri.
“Jika persoalan syariat islam ini diabaikan oleh Pj Walikota dan tidak ada upaya kongkret hingga pelanggaran syariat terus terjadi maka lebih baik Bakri Siddiq mundur saja dan serahkan kembali mandat tersebut kepada mendagri. Karena upaya pengabaian tersebut bukan hanya berimbas kepadanya sebagai Pj Wali Kota, tetapi juga berimbas kepada citra Mendagri sebagai pemberi mandat dari pemerintah pusat.
Bahkan yang paling memilukan jika bala bencana kembali hadir karena pelanggaran syariat dibiarkan, nantinya ketika itu terjadi masyarakat yang tak berdosa dan tak melanggar syariat pun jadi terkena dampaknya,” pungkasnya. (IA)



