BANDA ACEH — Sikap Pj Wali Kota Banda Aceh Bakri Siddiq yang terus membangga-banggakan telah membawa pulang dana alokasi khusus (DAK) Tahun Anggaran sebesar Rp 47,9 miliar dari APBN terkesan berlebihan, pasalnya alokasi DAK tersebut merupakan alokasi yang memang diberikan oleh pusat kepada semua kabupaten/kota berdasarkan data usulan dan kebutuhan suatu daerah.
DAK ini disampaikan oleh semua daerah sesuai dengan menu yang sudah disediakan pada aplikasi Krisna, dan hal itu dilakukan oleh semua daerah di Indonesia bukan hanya kota Banda Aceh saja.
“Sungguh aneh, Pj Wali Kota Banda Aceh terus membangga-banggakan membawa pulang DAK sebesar Rp 47,9 miliar hingga memasang baliho dimana-mana seakan-akan itu sebuah prestasi dan capaian, padahal nominal perolehan DAK Banda Aceh pada tahun 2023 itu menurun. Sehingga jadi pertanyaan publik, logika Pj Wali Kota yang salah, atau itu sengaja untuk mengelabui seakan-akan harapan DPRK untuk dana jemputan telah dipenuhi,” ujar Koordinator Kaukus Pemuda Kota (KPK) Banda Aceh Ikhwan Kartiawan kepada media, Senin, 17 Oktober 2022.
Menurut Ikhwan, jika melihat pada Tahun Anggaran 2022, DAK Banda Aceh mencapai Rp 70 miliar dan jika digabungkan DAK dan DID mencapai Rp 120 miliar.
Sementara, alokasi DAK tahun 2023 yang dibangga-banggakan oleh Pj Wali Kota Bakri Siddiq tersebut hanya sebesar Rp 47,9 miliar.
“Intinya terjadi penurunan sekitar Rp 22 miliar, namun justru itu dianggap keberhasilan sehingga kemana-mana dibanggakan, seakan-akan Pj Wali Kota sudah memberi capaian jemputan anggaran,” katanya.
Menurut Ikhwan, seharusnya yang dilakukan Pj Wali Kota adalah evaluasi kinerja karena terjadi penurunan bukan membangun pencitraan yang memalukan.
“Semua daerah kan ajukan DAK melalui aplikasi Krisna, dan itu setiap tahunnya memang ada. Seharusnya begitu ada penurunan begini kan yang harus dilakukan evaluasi, data dana yang kurang atau sub bidang mana yang tidak lagi dibuka atau tidak bisa diajukan untuk Banda Aceh dan sebagainya. Sehingga penurunan itu menjadi bahan perbaikan bukan menjadi sesuatu yang seakan membanggakan, logika Pj Wali Kota sungguh tidak pada tempatnya.
Perlu diingat masyarakat kota Banda Aceh itu sudah cerdas, jadi jangan dikelabui dengan hal-hal yang tak logis, apalagi membanggakan sesuatu penurunan atau kemunduran,” ujarnya.
Dia menilai, persoalan DAK ini hal yang normatif sifatnya dan semua daerah juga memperoleh alokasi tersebut.
“Seharusnya yang dipikirkan Pj Wali Kota sebagai seorang birokrat senior di pusat, bagaimana menjemput suatu program/alokasi anggaran yang belum ada atau bagaimana yang sudah ada dilobi ke pusat agar ditambah.
Jika menurun justru itu namanya merugi, apakah Pj Wali Kota bangga dengan penurunan dan kerugian itu? Ini patut dipertanyakan secara akal sehat,” katanya.
Selain DAK, kata Ikhwan, beberapa sumber alokasi anggaran seperti DID, tugas perbantuan, hibah atau sumber lainnya dari pusat seharusnya menjadi sasaran lobi Pj Wali Kota agar kucuran mengalami peningkatan pada TA 2023.
“Inikan jelas-jelas, rencana pendapatan daerah tahun 2023 tersebut turun 7,33 persen dari target APBK 2022 sehingga pada tahun 2023 diproyeksikan hanya Rp 1,28 Triliun. Kemudian, pendapatan transfer 2023 diproyeksikan sebesar Rp 99,6 miliar atau turun sebesar 9 21 persen dari target APBK Tahun Anggaran 2022.
Jadi, yang perlu dibanggakan itu apa, seharusnya yang dilakukan bukan membangun pencitraan atas penurunan, tetapi melakukan evaluasi agar dapat melakukan pembenahan dan menyusun langkah-langkah strategis,” pungkasnya. (IA)



