Jakarta, Infoaceh.net – Komisi Informasi Pusat (KIP) memanggil Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam persidangan sengketa informasi publik yang diajukan oleh Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI).
Sengketa ini tercatat dalam register KIP dengan Nomor 046/XII/KIP-PS/2021 (antara JARI dengan Kemensetneg) dan 047/XII/KIP-PS/2021 (antara JARI dengan SKK Migas).
Persidangan yang dipimpin oleh Majelis Komisioner Rospita Vici Paulyn, didampingi oleh Aria Sandi Yuda dan Samrotunnajah Ismail, Selasa (5/8/2025) mempertanyakan alasan Kementerian Sekretariat Negara tidak memberikan informasi yang diminta oleh JARI, khususnya terkait pelaksanaan Pasal 90 huruf (b) dan (c) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa seluruh hak, kewajiban, dan kontrak kerja sama migas yang berlokasi di Aceh seharusnya dialihkan dari SKK Migas ke Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) setelah BPMA terbentuk.
Tim Hukum Kemensetneg yang hadir dalam sidang—Oky Tri Handoko, Wulan Nawang Sari, Anygerah Safieq, dan Liberti Maranata—menyampaikan bahwa pihaknya telah merespons permintaan informasi tersebut dengan dua surat tertanggal 7 Oktober dan 3 November 2021.
Dalam surat tersebut, Kemensetneg meminta agar JARI mengajukan permohonan langsung ke Kementerian ESDM.
“Permohonan tersebut telah kami jawab dan kami arahkan agar ditujukan ke Kementerian ESDM,” ujar Oky di hadapan Majelis.
Majelis menjadwalkan agenda mediasi untuk sengketa antara JARI dan Kemensetneg pada pekan depan. JARI juga meminta agar pihak KIP atau Kemensetneg menghadirkan perwakilan Kementerian ESDM agar keterangannya bisa didengarkan langsung dalam sidang.
Sementara itu, dalam perkara dengan SKK Migas, JARI meminta tiga poin informasi, yakni:
- Daftar aset tanah dan bangunan milik eks PT Arun LNG dan Exxon Mobil yang pembeliannya disetujui oleh SKK Migas
- Daftar aset eks PT Arun LNG dan Exxon Mobil yang telah diserahkan ke BPMA
- Alasan SKK Migas tidak merevisi kontrak kerja sama migas dengan PT Pertamina EP setelah terbitnya PP Nomor 23 Tahun 2015, khususnya untuk tiga blok migas di Aceh: NAD-1, NAD-2, dan East Aceh.
Menanggapi permintaan tersebut, SKK Migas menyatakan bahwa informasi yang diminta termasuk kategori informasi yang dikecualikan.
Karena itu, Majelis Komisioner menetapkan akan dilakukan ajudikasi dengan pembuktian dari pihak SKK Migas pada sidang selanjutnya.
Ketua JARI, Safaruddin, menyatakan bahwa permintaan informasi ini bukan hanya atas nama organisasi, melainkan merupakan kebutuhan masyarakat Aceh untuk mengetahui pengelolaan aset eks perusahaan migas asing yang beroperasi di Aceh.
“Aset-aset tersebut dibangun dari hasil migas Aceh. Masyarakat berhak tahu bagaimana aset itu dikelola dan digunakan, serta apakah hasilnya kembali untuk kepentingan publik seperti jalan tol, waduk, pendidikan, dan kesehatan,” tegas Safar.
Ia berharap, pengelolaan aset migas dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Aceh, terutama untuk mendukung pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas umum yang masih sangat dibutuhkan.



