Banda Aceh, Infoaceh.net – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mengadakan seminar hukum dalam rangka memperingati Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80 pada Rabu (27/8/2025).
Seminar berlangsung di aula Kejati Aceh, mengusung tema
“Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana”.
Seminar diikuti 226 peserta dari berbagai instansi, termasuk Kejati Aceh, Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Polda Aceh, OJK, Ditjen Bea Cukai Aceh, Balai Gakkum KLHK Sumatera, Peradi Banda Aceh, akademisi dari sejumlah fakultas hukum, serta organisasi masyarakat sipil seperti MATA, SUAK dan GeRAK.
Selain itu, seminar juga diikuti secara daring oleh seluruh
jajaran Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejari se-Aceh dan terbuka untuk masyarakat umum.
Kajati Aceh Yudi Triadi SH MH dalam sambutannya menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam penegakan hukum.
Menurutnya, penanganan perkara pidana tidak lagi hanya berorientasi pada efek jera melalui hukuman penjara, tetapi juga pada pemulihan kerugian negara dan keadilan restoratif.
“Undang-undang KUHP Nasional yang akan berlaku tahun 2026
telah menegaskan tujuan pemidanaan yang lebih manusiawi, yaitu menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan dan memberikan rasa aman. Konsep Deferred Prosecution Agreement (DPA) dapat menjadi solusi efektif untuk mengoptimalkan pemulihan keuangan negara tanpa harus
menempuh proses litigasi yang panjang,” jelas Yudi Triadi.
Ia menjelaskan skema DPA telah diterapkan di berbagai negara common law seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Mekanisme ini memungkinkan jaksa untuk menunda penuntutan perkara dengan syarat terdakwa bersedia membayar ganti rugi, restitusi, hingga perampasan aset.
Selain mengurangi biaya eksplisit dari tindak pidana, DPA juga dinilai mampu mendorong akuntabilitas korporasi dan menjaga stabilitas perekonomian.
Kejati berharap hasil seminar dapat dirumuskan menjadi rekomendasi untuk perumusan kebijakan penegakan hukum, termasuk penyusunan RKUHAP dan rancangan undang-undang terkait.
“Seminar ini bukan hanya forum diskusi akademik, tetapi juga wadah untuk mencari solusi
konkret bagi pembaruan hukum pidana nasional. Rekomendasi yang dihasilkan akan kami sampaikan kepada Kejaksaan Agung sebagai bahan masukan
kebijakan,” tambah Yudi.
Seminar ini menghadirkan tiga narasumber utama Prof Dr Mohd. Din SH MH (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Syiah Kuala) memaparkan kritik terhadap dominasi hukuman penjara dalam kasus perekonomian.
Nursyam SH MH (Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh) membahas peluang penerapan Afdoening Buiten Process melalui mekanisme DPA dalam sistem peradilan di Indonesia.
Zulfikar Sawang SH (Ketua Peradi Aceh) menekankan perlunya paradigma konstruktif dalam penyelesaian perkara ekonomi tanpa selalu mengedepankan pemidanaan.



