Bireuen, Infoaceh.net –
Pemilihan Keuchik atau kepala desa sejatinya merupakan pesta demokrasi di tingkat desa. Warga berhak memilih pemimpin secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Namun, di Desa Alue Buya Pasi, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, proses demokrasi itu diduga kuat ternodai oleh praktik kotor yang melibatkan pejabat desa hingga kabupaten.
Kasus ini bermula ketika seorang warga desa, Julia, mengingatkan Penjabat (Pj) Keuchik Mustafa Abdullah agar tidak mengeluarkan Surat Keterangan Terdaftar Sebagai Penduduk untuk seorang pendaftar calon keuchik, M. Diah, yang disebut belum memenuhi syarat domisili.
“Pj Keuchik bilang mau konsultasi dengan pihak kecamatan. Tapi akhirnya surat itu tetap dikeluarkan, sehingga M. Diah bisa ikut mencalonkan diri,” ungkap Julia dalam keterangannya, Kamis (4/9).
Hak Sanggah Warga Ditutup
Julia mengaku sudah menggunakan hak sanggah saat tahapan sanggah dibuka. Namun, Ketua Panitia Pemilihan Keuchik (P2K) menolak dengan alasan tidak paham prosedur dan menyarankan agar sanggahan disampaikan langsung ke kecamatan.
“Saat kami ke Kecamatan Jangka, mereka minta bukti administrasi. Padahal data domisili itu ada di Dinas Catatan Sipil. Kami coba minta ke staf Capil, tapi katanya tidak berwenang. Akhirnya masa sanggah lewat begitu saja,” keluh Julia.
Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan. Julia menuding Ketua P2K, Irfandi, yang masih kerabat dekat M. Diah, bersikap tidak netral dan memihak sejak awal.
“Ketua P2K itu adik sepupu calon keuchik M. Diah. Sejak tahapan awal sudah kelihatan, pelaksanaan pemilihan sarat kepentingan untuk meloloskan M. Diah,” terangnya.
Pemilihan pun selesai, M. Diah terpilih sebagai keuchik. Namun, warga yang keberatan justru dipersulit untuk mengakses dokumen publik terkait pemilihan tersebut.
“Sudah hampir sebulan kami meminta berkas pemilihan, tapi tidak juga diserahkan. Baik P2K, Tuha Peut, kecamatan, maupun DPMG Kabupaten Bireuen sama-sama menyembunyikannya. Diduga sengaja supaya masa gugatan kedaluwarsa,” kata Julia.
Menurutnya, pejabat kabupaten pun terkesan mengulur waktu. “Kabid Pemerintahan Gampong di DPMG Bireuen bilang masih dipelajari. Ini jelas cara untuk menahan-nahan dokumen,” tambahnya.
Meski dipersoalkan warga, Camat Jangka disebut tetap mempersiapkan pelantikan M. Diah.
Bahkan, informasi dari sebuah toko tekstil di Bireuen mengungkapkan bahwa camat sudah memesan baju dinas untuk acara pelantikan.
“Tadi malam Pj Keuchik menelpon saya soal uang pembayaran baju pelantikan. Pagi tadi saya cek ke toko, benar Camat Jangka sendiri yang memesan baju itu,” ungkap Julia.
Warga menilai praktik ini sebagai bentuk penzaliman yang dilakukan pejabat di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten. Julia menegaskan akan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
“Ini penyalahgunaan wewenang dan upaya menyembunyikan informasi publik. Kami akan melaporkan pejabat terkait ke Polres Bireuen dengan dugaan pidana menyembunyikan informasi publik, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008,” tegasnya.
Julia berharap Bupati Bireuen turun tangan menegakkan aturan. “Kami ingin Bupati menjadi penegak aturan, bukan justru membiarkan bawahannya menabrak hukum. Jika ini dibiarkan, demokrasi desa di Bireuen hanya akan jadi formalitas belaka,” pungkasnya.



