Banda Aceh, Infoaceh.net –Transparansi Tender Indonesia (TTI) menyesalkan keputusan Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Aceh yang membatalkan tender lanjutan pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional dr. Yulidin Away Tapaktuan, Aceh Selatan, dengan alasan waktu pelaksanaan yang tidak mencukupi.
Koordinator TTI Nasruddin Bahar dalam keterangan persnya, Ahad (21/9/2025), menyebut PT BPP KSO PT AN telah mengajukan sanggah dan sanggah banding terhadap hasil evaluasi Pokja ULP.
Hasilnya, sanggah banding tersebut dimenangkan oleh PT BPP.
“Sudah sepatutnya Pokja memenangkan PT BPP, bukan malah membatalkan tender dengan alasan tidak cukup waktu pelaksanaan,” ujarnya.
Menurutnya, sejak awal Pokja sudah melakukan reviuw dokumen pemilihan yang diajukan KPA/PPK, menyusun jadwal proses tender, termasuk pengumuman, unggah penawaran, masa sanggah, sanggah banding, penetapan pemenang, hingga kontrak.
“Semua sudah ditetapkan dalam jadwal. Alasan waktu tidak cukup sangat disayangkan,” tegas Nasruddin.
Ia menilai pembatalan tender berdampak langsung pada pelayanan kesehatan di wilayah Aceh Selatan, Abdya, Subulussalam, dan Aceh Singkil.
Keberadaan RS Regional, kata dia, sangat penting untuk memperpendek jalur rujukan pasien gawat darurat agar tidak perlu lagi ke RSUD dr Zainoel Abidin (RSUDZA) di Banda Aceh.
Sejumlah anggota DPRA disebut ikut menyoroti persoalan ini. Mereka mendesak agar dana pembangunan RS Regional yang sudah tersedia dalam APBA Murni tidak dikesampingkan.
Bahkan, ada usulan agar dimasukkan dalam APBA Perubahan, sembari memanggil Pokja ULP, KPA/PPK, serta Kadis Kesehatan untuk mempertanyakan penyebab keterlambatan tender.
Nasruddin menepis alasan yang menyebut dokumen perencanaan tidak selesai. Menurutnya, konsultan sudah menyiapkan jauh hari karena proyek ini merupakan lanjutan, bukan pembangunan baru.
Lebih jauh, ia menyinggung adanya dugaan praktik tidak sehat dalam proses tender.
“Banyak isu beredar bahwa pemenang sudah setor fee. Karena tidak bisa diganti, solusinya tender dibatalkan dengan alasan tidak cukup waktu. Ini alasan yang tidak masuk akal,” ucapnya.
Ia mendesak Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Aceh ikut turun tangan menelusuri dugaan persekongkolan dalam kasus ini.
“DPRA wajib meminta keterangan supaya masalah ini terang benderang. Jika tender gagal, risikonya besar dan publik patut tahu apa yang sebenarnya terjadi,” pungkasnya.



