INFOACEH.netINFOACEH.netINFOACEH.net
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Dunia
  • Umum
  • Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Gaya Hidup
Cari Berita
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Font ResizerAa
Font ResizerAa
INFOACEH.netINFOACEH.net
Cari Berita
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Luar Negeri
  • Umum
  • Biografi Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Kesehatan & Gaya Hidup
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Opini

Bufo Valhallae, Katak Misterius dari Ujung Barat Nusantara

Last updated: Sabtu, 25 Oktober 2025 21:21 WIB
By Redaksi
Share
Lama Bacaan 8 Menit
Bufo Valhallae, Katak Misterius dari Ujung Barat Nusantara
Bufo Valhallae, Katak Misterius dari Ujung Barat Nusantara
SHARE
Oleh: Riandi Armi

PULAU WEH sering dikenal sebagai surga tropis dengan laut biru dan karang yang memikat. Tapi pada awal abad ke-20, sebelum turis mengenal Sabang sebagai kota wisata, seorang peneliti asal Inggris bernama Geoffrey Meade-Waldo justru datang ke pulau ini untuk tujuan ilmiah.

Ia berlayar menggunakan kapal penelitian bernama Valhalla, dan di tengah rimbun hutan lembap Pulau Weh, ia menemukan seekor katak yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya.

Riza Syahputra
Fobia Terbesar Pejabat Indonesia: Bukan Neraka, Tapi Kehilangan Jabatan

Berdasarkan referensi yang dihimpun dan disadur penulis dari berbagai sumber ilmiah dan catatan sejarah zoologi, Pulau Weh ternyata menyimpan kisah unik tentang seekor katak misterius yang hanya pernah ditemukan sekali dalam sejarah.

- ADVERTISEMENT -

Ia dikenal dengan nama Bufo valhallae, atau kini disebut Duttaphrynus valhallae. Meski kecil dan seolah tak berarti, kisah katak ini adalah cermin dari betapa banyak rahasia alam Nusantara yang hilang begitu saja tanpa sempat kita pahami.

Dari hasil pengamatannya, Meade-Waldo menulis deskripsi ilmiah yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1909. Katak itu berkulit kasar, berwarna zaitun kecokelatan, dengan kelenjar parotoid besar di sisi kepala ciri khas kodok sejati dari keluarga Bufonidae. Dua spesimen betina yang dikoleksi saat itu berukuran sekitar 82 milimeter dari moncong ke ekor.

- ADVERTISEMENT -
Polda Aceh Siap Kawal Program MBG, Pastikan Makanan Layak Dikonsumsi

Untuk menghormati kapal ekspedisinya, ia menamakan spesies itu Bufo valhallae. Namun setelah publikasi tersebut, tak ada lagi kabar tentang hewan ini. Tidak ada peneliti yang menemukannya kembali, tidak ada catatan lapangan tambahan, bahkan lokasi pasti penemuan aslinya pun tak tercatat jelas.

Satu abad lebih kemudian, Bufo valhallae menjelma menjadi legenda sains. Sebuah nama yang bertahan hanya di lembaran jurnal lama dan koleksi museum di London.

Seiring berjalannya waktu, Pulau Weh banyak berubah. Jalan aspal membelah lereng, permukiman tumbuh, dan sebagian besar hutan dataran rendah beralih fungsi menjadi kebun atau lahan wisata. Di beberapa wilayah seperti Gunung Jaboi dan Pria Laot, hutan alami memang masih tersisa, tapi luasnya tak lagi seberapa.

dr. Suzanna Octiva SpKJ
Ketika Penjaga Kesehatan Aceh Bertahan Tanpa Kepastian

Bagi seekor amfibi seperti Bufo valhallae, perubahan itu bisa berarti akhir dari kehidupan. Amfibi sangat peka terhadap gangguan lingkungan.

- ADVERTISEMENT -

Mereka memerlukan air bersih untuk berkembang biak, kelembapan tanah yang stabil, serta tutupan vegetasi yang cukup untuk bertahan hidup. Hilangnya hutan berarti hilangnya rumah dan sumber kehidupannya.

Pulau Weh hanya seluas sekitar 122,13 kilometer persegi. Dengan ukuran sekecil itu, spesies endemik seperti Bufo valhallae hidup di ruang yang sangat terbatas. Maka, ketika habitat alami mulai rusak, risiko kepunahan menjadi amat tinggi.

Seribu Pertanyaan

Sejak 1909, tak ada penelitian yang secara pasti menemukan kembali Bufo valhallae. Para ahli herpetologi yang menelusuri catatan lama tidak menemukan spesimen baru.

Beberapa bahkan mulai meragukan apakah hewan ini benar-benar spesies tersendiri, atau hanya varian lokal dari kodok buduk yang umum di Asia Tenggara, Duttaphrynus melanostictus.

Namun perdebatan ini sulit diselesaikan karena data terlalu minim. Spesimen aslinya hanya dua ekor betina yang disimpan di museum Inggris, dan tidak ada individu hidup untuk dibandingkan secara genetik.

Karenanya, sebagian ahli memindahkan spesies ini ke genus Duttaphrynus, mengikuti perubahan taksonomi modern, tetapi statusnya tetap penuh tanda tanya.

Hingga kini, tidak ada yang tahu apakah Bufo valhallae masih hidup di Pulau Weh, atau sudah lama punah dalam diam. Ia berada di persimpangan antara mitos dan fakta ilmiah atau seperti hantu ekologi yang menghantui dunia konservasi Indonesia.

Meski jarang terdengar, Bufo valhallae menyimpan makna besar bagi Pulau Weh dan Indonesia. Ia adalah simbol keanekaragaman hayati yang rapuh, yang bisa hilang kapan saja jika kita tidak menyadarinya.

Kisahnya menjadi bukti bahwa kekayaan alam tidak hanya terletak di laut biru dan terumbu karang Sabang, tapi juga di dalam hutan-hutan kecil di punggung gunung dan lembah yang lembap. Katak ini mungkin kecil, tapi nilainya besar bagi ilmu pengetahuan dan sejarah evolusi Nusantara.

Di mata dunia ilmiah, Bufo valhallae termasuk kategori “Data Deficient” (DD) menurut IUCN, artinya belum cukup data untuk menentukan status ancamannya. Namun dalam workshop konservasi Sumatra (CAMP 2003), para pakar Indonesia menempatkannya sebagai “Endangered” (Terancam Punah) karena habitatnya yang amat terbatas dan terancam rusak.

Dengan kata lain, katak ini mungkin sedang menuju kepunahan sebelum sempat kita mengenalnya lebih dekat.
Minim Riset di Pulau Kecil

Ironisnya, penelitian tentang fauna daratan Pulau Weh nyaris tidak pernah dilakukan. Fokus utama kajian ilmiah selama ini lebih banyak ke ekosistem laut.

Padahal kekayaan hayati daratan juga patut diperhatikan.
Dengan kemajuan teknologi saat ini, sebenarnya peluang untuk menelusuri keberadaan Bufo valhallae masih ada. Teknik eDNA (environmental DNA) memungkinkan peneliti mendeteksi keberadaan hewan dari sampel air atau tanah tanpa harus menangkapnya.

Jika metode ini diterapkan di area berhutan lembap sekitar Jaboi, Anoi Itam atau Pria Laot, mungkin ada secercah harapan menemukan jejak biologis katak misterius ini.

Namun untuk itu dibutuhkan kolaborasi antara lembaga penelitian, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konservasi bukan hanya urusan ilmuwan, tapi juga tanggung jawab moral kita semua terhadap alam Sabang.

Lebih dari Sekadar Katak

Mengapa seekor katak yang belum tentu masih hidup layak diperbincangkan?

Karena ia adalah bagian dari identitas alam Indonesia. Setiap spesies endemik menyimpan cerita panjang tentang evolusi, isolasi, dan adaptasi.

Pulau Weh, yang terbentuk dari letusan gunung api purba dan terpisah dari Sumatra ribuan tahun lalu, memberi ruang bagi kehidupan yang unik, termasuk mungkin bagi Bufo valhallae.

Jika ia benar-benar punah, maka hilanglah satu bab penting dari kisah evolusi alam di ujung barat Nusantara. Kepunahan bukan hanya kehilangan makhluk hidup, tapi juga hilangnya pengetahuan yang tak tergantikan.

Setiap spesies adalah halaman dari buku besar kehidupan. Ketika satu halaman hilang, kita kehilangan bagian dari cerita bumi ini.

Meski misterius, kisah Bufo valhallae menyimpan inspirasi. Mungkin di sela bebatuan lembap di lereng Jaboi atau di sungai kecil Pria Laot, masih ada satu atau dua ekor yang bertahan.

Mungkin ia hanya menunggu malam hujan untuk keluar, sementara manusia sibuk dengan urusannya sendiri.
Harapan ini tak seharusnya padam.

Pemerintah Kota Sabang bersama akademisi dan komunitas pecinta alam bisa menjadikan kisah Bufo valhallae sebagai panggilan untuk bangkitnya riset biodiversitas Pulau Weh.

Sekolah dan kampus pun dapat menjadikannya bahan edukasi lingkungan bahwa di tanah Sabang, ada makhluk yang begitu langka hingga dunia pun nyaris melupakannya.

Bayangkan jika suatu hari nanti, seorang peneliti muda Aceh menemukan kembali katak legendaris itu. Dunia sains akan menoleh ke Sabang, bukan hanya karena lautnya yang indah, tapi karena dari sinilah lahir kabar tentang kehidupan yang bangkit kembali dari tepi kepunahan.

Lebih dari seabad lalu, Meade-Waldo mungkin tidak pernah menyangka bahwa temuannya di Pulau Weh akan menjadi misteri ilmiah yang bertahan hingga kini. Bufo valhallae kini berdiri di antara batas antara legenda dan kenyataan, antara sains dan harapan.

Kisahnya mengingatkan kita bahwa kekayaan alam Indonesia bukan hanya tentang apa yang terlihat, tetapi juga tentang apa yang belum kita temukan.

Dan di tengah perubahan zaman, mungkin sudah saatnya kita menengok kembali ke hutan-hutan kecil Sabang, tempat di mana sejarah, sains, dan keajaiban alam pernah berjumpa lewat seekor katak kecil bernama Bufo valhallae.

TAGGED:Bahlil LahadaliaBPSDM Aceh MarthunisKementerian ESDM RIpemerintah acehpendidikan vokasi AcehPengembangan SDM EnergiPenghargaan Subroto 2025Subroto Bala Bhakti Utama.
Previous Article Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay saat melakukan kunjungan reses masa persidangan I tahun 2025–2026 ke PT Solusi Bangun Andalas (SBA), Jum'at (24/10). (Foto: Ist) Komisi VII DPR RI Soroti Harga Semen Andalas di Aceh Lebih Mahal dari Sumut
Next Article Pemerintah Aceh meraih penghargaan bergengsi dalam ajang Penghargaan Subroto 2025 yang diselenggarakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI. Pemerintah Aceh Terima Penghargaan Subroto 2025

Populer

Viral Link Video Syakirah Versi Terbaru Berdurasi 16 Menit Beredar di X dan TikTok
Umum
Viral Link Video Syakirah Versi Terbaru Berdurasi 16 Menit Beredar di X dan TikTok
Rabu, 28 Mei 2025
Viral Link Video Andini Permata dan Bocil Bikin Heboh Warganet
Umum
Misteri Video Andini Permata dan ‘Bocil’: Viral Tanpa Identitas, Netizen Dibohongi?
Minggu, 6 Juli 2025
Olahraga
Banyak Dirugikan Wasit, Persiraja Bersyukur Dapat Satu Poin di Kandang Adhyaksa FC
Kamis, 13 November 2025
Siapa Andini Permata Videonya Berdurasi 2 Menit 31 Detik Bareng Adiknya Viral di Medsos
Umum
Siapa Andini Permata? Sosok Fiktif di Balik Video 2 Menit 31 Detik yang Jadi Umpan Penipuan Digital
Jumat, 11 Juli 2025
Pemilihan Keuchik Langsung (Pilchiksung) Gampong Lambitra, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, berlangsung sukses pada Ahad (26/10/2025). (Foto: Ist)
Politik
Sirajuddin Terpilih sebagai Keuchik Lambitra
Minggu, 26 Oktober 2025

Paling Dikomentari

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah atau Dek Fad saat melepas pelari bercelana pendek di event olahraga FKIJK Aceh Run 2025 yang digelar di lapangan Blang Padang Banda Aceh, Ahad pagi (11/5). (Foto: Dok. Infoaceh.net)
Olahraga

Tanpa Peduli Melanggar Syariat, Wagub Fadhlullah Lepas Pelari Bercelana Pendek di FKIJK Aceh Run

Sabtu, 11 Oktober 2025
Anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil
Aceh

Komisi III DPR RI Minta Polisi Tangkap Gubsu Bobby Terkait Razia Mobil Plat Aceh

Minggu, 28 September 2025
UMKM binaan BRI sukses ekspansi pasar Internasional
Ekonomi

Negara Diam, UMKM Digasak Shopee-Tokopedia-TikTok

Jumat, 25 Juli 2025
Anggun Rena Aulia
Kesehatan & Gaya Hidup

Serba Cepat, Serba Candu: Dunia Baru Gen Z di Media Sosial

Minggu, 19 Oktober 2025
Fenomena penggunaan jasa joki akademik di kalangan dosen untuk meraih gelar profesor mulai menjadi sorotan di Aceh. (Foto: Ilustrasi)
Pendidikan

Fenomena Joki Profesor di Aceh: Ancaman Serius bagi Marwah Akademik

Jumat, 12 September 2025
FacebookLike
XFollow
PinterestPin
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TiktokFollow
TelegramFollow
WhatsAppFollow
ThreadsFollow
BlueskyFollow
RSS FeedFollow
IKLAN HARI PAHLAWAN PEMKO
IKLAN PEMKO SABANG SUMPAH PEMUDA
IKLAN BANK ACEH HARI SANTRI
IKLAN DJP OKTOBER 2025

Berita Lainnya

Opini

Prabowo Perlu Belajar dari Sultan Iskandar Muda

Senin, 10 November 2025
Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh Murthalamuddin saat menghadiri Rakor Kepala SMK se-Aceh tahun 2025 di Takengon, Aceh Tengah, Sabtu (8/11). (Foto: Ist)
Pendidikan

Plt. Kadisdik Aceh Tegaskan BLUD SMK Gagal Mandiri Selama 3 Tahun Akan Ditutup

Minggu, 9 November 2025
Opini

Hukum yang Lupa pada Nurani

Sabtu, 8 November 2025
Dr (cand) Yohandes Rabiqy, SE., MM
Opini

Rotasi Pejabat, Stagnasi Abadi: BPKS Sabang Masih Berputar di Lingkaran Gagal

Kamis, 6 November 2025
Gubernur Aceh Muzakir Manaf bersama Ketua TAPA M. Nasir Syamaun dan seluruh Anggota TAPA melakukan pertemuan dengan Ketua DPRA Zulfadli dan Ketua Fraksi terkait Rancangan APBA 2026 di ruang kerja Ketua DPRA, Senin (3/11). (Foto: Ist)
Umum

Pemerintah Aceh Belum Ajukan Rancangan APBA 2026, Mualem Temui Pimpinan DPRA

Selasa, 4 November 2025
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem membuka MTQ ke-37 Provinsi Aceh di Arena Utama Komplek Perkantoran Pemkab Pidie Jaya, Cot Trieng, Meureudu, Sabtu malam (1/11/2025). (Foto: Ist)
Aceh

Mualem Buka MTQ ke-37 Provinsi Aceh di Pidie Jaya, Dikuti 1.932 Peserta

Minggu, 2 November 2025
Umum

Ketua Umum PWI Pusat Ingatkan Wartawan: Selalu Tabayun Demi Kebenaran Informasi

Minggu, 2 November 2025
Mirza Ferdian
Opini

Ketika Wakil Bupati Memukul, Etika Pemerintahan Tumbang

Sabtu, 1 November 2025
TAMPILKAN LAINNYA
INFOACEH.netINFOACEH.net
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Right Reserved.
Developed by PT. Harian Aceh Indonesia
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
Logo Info Aceh
Selamat datang di Website INFOACEH.net
Username atau Email Address
Password

Lupa password?