Jakarta, Infoaceh.net — Densus 88 Antiteror Polri mengungkap fakta mengkhawatirkan terkait upaya rekrutmen anak oleh jaringan terorisme melalui ruang digital.
Hingga November 2025, tercatat 110 anak berusia 10–18 tahun di 26 provinsi telah terpapar proses perekrutan melalui media sosial, game online, aplikasi pesan instan, hingga situs-situs tertutup.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan pola rekrutmen kelompok teror kini semakin agresif dan memanfaatkan kerentanan psikologis anak.
“Platform digital menjadi pintu masuk utama. Mereka memulai dari ruang terbuka seperti media sosial dan game online, lalu menarik korban ke komunikasi pribadi untuk membangun kedekatan emosional sebelum menanamkan ideologi,” ujarnya dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa (18/11).
Densus 88 telah menangkap lima tersangka yang diduga menjadi perekrut dan pengendali: FB alias YT (47), Medan, LN (23), Banggai, PB alias BNS (37), Sleman, NSPO (18), Tegal, JJS alias BS (19), Agam.
Penangkapan terbaru berlangsung pada 17 November 2025, ketika dua pelaku dari Sumatera Barat dan Jawa Tengah yang berperan sebagai perekrut inti berhasil diamankan.
Para tersangka diduga melakukan pendekatan sistematis untuk memengaruhi anak-anak agar masuk ke jaringan teror, bahkan mendorong mereka melakukan aksi teror.
Brigjen Trunoyudo menjelaskan kelompok teror kini memproduksi konten yang dekat dengan dunia anak untuk mempermudah proses indoktrinasi.
“Video pendek, animasi, meme, hingga musik dijadikan alat untuk menarik perhatian. Mereka memanfaatkan rasa ingin tahu, kondisi bullying, broken home, hingga pencarian jati diri,” ujarnya.
Proses perekrutan dilakukan berjenjang, mulai dari platform umum seperti Facebook, Instagram, hingga game online. Setelah mendapat target, pelaku memindahkan komunikasi ke WhatsApp atau Telegram untuk memperdalam doktrin.
Di akhir konferensi pers, Brigjen Trunoyudo menegaskan Polri tidak akan memberi ruang bagi eksploitasi anak oleh kelompok terorisme.
“Polri berkomitmen melindungi anak-anak Indonesia dari radikalisasi, eksploitasi ideologi, dan kekerasan digital. Anak adalah masa depan bangsa, dan tugas kita bersama menjaga mereka dari ancaman terorisme,” tegasnya.



