Banda Aceh, Infoaceh.net – Harapan baru muncul seiring dengan selesainya pengukuran ulang untuk ganti rugi lahan ruas jalan tol Padang Tiji–Seulimuem pada proyek strategis seksi 1 Tol Sigli–Banda Aceh (Sibanceh).
Langkah ini membuka jalan bagi penyelesaian dan operasional penuh tol yang telah lama dinantikan.
Meski demikian, di balik kemajuan ini, M. Isa Alima, Pemerhati Pembangunan dan Kebijakan Publik Aceh serta mantan Ketua Komisi C DPRK Pidie, mengingatkan agar pembangunan tidak hanya berfokus pada hasil fisik, tetapi juga menjunjung tinggi moral publik dan keadilan.
“Kita menyambut baik setiap kemajuan pembangunan di Aceh. Namun jangan sampai pembangunan ini meninggalkan luka bagi masyarakat,” tegasnya, Jum’at (21/11).
Isa menyoroti potensi ketidakadilan dalam proyek besar, di mana sebagian kecil pihak mendapatkan keuntungan besar sementara masyarakat kecil kehilangan lahan dan mata pencaharian.
Ia menekankan pentingnya kompensasi yang adil, wajar, dan setara, tidak hanya bagi pemilik lahan resmi, tetapi juga bagi petani penggarap yang telah bergantung pada tanah tersebut selama puluhan tahun.
Pemerintah harus berperan sebagai pelindung bagi semua warga, memastikan tidak ada yang merasa dipinggirkan atau dirugikan.
“Sebuah pembangunan tanpa rasa keadilan bukanlah kemajuan, melainkan perpecahan yang tertunda,” ujar Isa Alima.
Ia mengangkat pesan dari peribahasa Aceh: “Ulue beu maté, ranténg bek patah. Penguasa jeut seunang, tapi rakyak hanjeut susah.”
“Ular boleh mati, tapi ranting pemukul jangan sampai patah, penguasa/pengusaha boleh senang tapi rakyat nggak boleh susah karenanya.
(Setinggi /Sebesar apa pun proyek yang dibangun, rakyat tidak boleh menjadi korban),” tegasnya.
Dengan selesainya pengukuran ulang, masyarakat berharap tol Sibanceh dapat segera beroperasi optimal dan menjadi jalur ekonomi baru Aceh.
Namun, fondasi harapan rakyat adalah: pembangunan harus berjiwa manusia, adil dalam proses, berfaedah dalam hasil, dan tidak meninggalkan siapa pun di belakang.




