Banda Aceh, Infoaceh.net – Transparansi Tender Indonesia (TTI) mengecam keras dugaan keterlibatan oknum Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Timur yang disebut-sebut meminta fee dari proyek revitalisasi sekolah di daerah tersebut.
TTI menilai tindakan ini bertentangan dengan instruksi tegas Kejaksaan Agung (Kejagung) yang melarang seluruh jajarannya terlibat dalam proyek pemerintah maupun meminta jatah dari dinas atau lembaga di daerah.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah media memberitakan dugaan permintaan fee terkait proyek revitalisasi sekolah dari bantuan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Program revitalisasi tersebut dilaksanakan secara swakelola oleh masing-masing kepala sekolah, dengan dana bantuan langsung ditransfer ke rekening sekolah.
Bantuan serupa diberikan hampir merata ke seluruh kabupaten/kota dengan nilai berbeda-beda—misalnya Aceh Selatan memperoleh Rp12,318 miliar untuk 15 sekolah.
TTI menilai praktik seperti yang terjadi di Aceh Timur sangat mungkin terjadi pula di daerah lain. Padahal pemerintah telah menyederhanakan birokrasi agar dana revitalisasi tidak “disunat” oleh pihak manapun.
Namun, menurut TTI, masih saja muncul oknum-oknum yang memanfaatkan situasi, termasuk dari kalangan wartawan maupun LSM.
Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mengevaluasi penunjukan kejaksaan sebagai pengawas atau penasihat hukum dalam pelaksanaan proyek pemerintah.
Ia menilai penempatan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
TTI mengingatkan Kejagung telah lama mencabut peran Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D), sehingga tidak ada lagi dasar bagi aparat kejaksaan untuk melakukan pengawalan proyek secara langsung.
“Selama ini banyak pihak merasa nyaman karena proyek mereka ‘dikawal’ kejaksaan. Padahal, aturan pengadaan sudah menetapkan adanya konsultan pengawas yang dibayar oleh pemerintah. Aparat penegak hukum tidak perlu terlibat dalam pelaksanaan proyek,” tegas Nasruddin.
Menurutnya, sangat janggal ketika aparat penegak hukum ikut mengawal pekerjaan fisik, karena jika terjadi penyimpangan di lapangan, timbul pertanyaan siapa yang akan menindak, sementara APH sendiri berada dalam lingkaran tersebut—meski secara tidak langsung.
Sebagai tindak lanjut, TTI menyatakan sedang menyusun laporan resmi yang akan dikirimkan ke Kejaksaan Agung.
Dalam laporan tersebut, TTI meminta Kejagung melakukan evaluasi menyeluruh terhadap jajarannya di daerah.
“Jika terbukti ada pelanggaran, Kejagung harus segera mengambil tindakan tegas, mulai dari mutasi hingga pencopotan, sesuai peraturan internal,” ujar Nasruddin.
TTI menegaskan praktik permintaan fee proyek oleh aparat penegak hukum bukan hanya mencoreng wibawa institusi kejaksaan, tetapi juga merusak upaya pemerintah pusat yang berusaha memperbaiki tata kelola bantuan pendidikan agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh sekolah dan siswa.



