Bireuen, Infoaceh.net — Kunjungan Presiden RI Prabowo Subianto ke Kabupaten Bireuen dalam rangka meninjau korban banjir bandang dan pembangunan jembatan Bailey di kawasan Teupin Mane, Peusangan, Ahad (7/12/2025), berlangsung di tengah aksi simbolik tiga pemuda yang mengibarkan bendera Bintang Bulan di tugu pusat kota juang Bireuen.
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan bencana serta belum ditetapkannya status Bencana Nasional untuk banjir dan longsor yang melanda 18 kabupaten/kota di Aceh.
Ketiga pemuda itu melakukan orasi beberapa saat sebelum kedatangan Presiden. Mereka menyampaikan tuntutan agar pemerintah pusat segera mempercepat penanganan banjir dan menyatakan Aceh sebagai daerah terdampak bencana besar nasional.
Bila tidak, mereka menyerukan wacana referendum sebagai bentuk protes terhadap pemerintah pusat.
Dalam orasinya, Syahrul, salah seorang pemuda yang terlibat dalam aksi tersebut, menyampaikan tuduhan bahwa bencana banjir kali ini diperparah oleh aktivitas industri skala besar di wilayah hulu Aceh.
Ia menyorot salah satu konsesi hutan produksi yang dikelola PT Tusam Hutani Lestari (THL), yang menurutnya berada di atas areal hutan pegunungan di Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara.
“Banjir besar yang melumpuhkan Aceh terjadi di wilayah yang salah satu konsesi hutannya dimiliki langsung oleh Prabowo Subianto melalui PT Tusam Hutani Lestari. Konsesi ini berdampingan dengan puluhan izin tambang, HTI, HPH, dan kebun sawit yang telah menggerus hutan dan melemahkan kemampuan alam menahan air,” teriak Syahrul.
Ia juga menuding kawasan Linge, salah satu lokasi konsesi HTI di Aceh Tengah, telah lama diprotes warga karena dituding merusak ruang hidup masyarakat adat dan mempersempit kawasan hutan yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah tangkapan air.
Banjir bandang dan longsor di Aceh telah memasuki hari ke-12. Berdasarkan data pemerintah daerah yang dihimpun hingga Sabtu malam, puluhan ribu warga masih bertahan di titik-titik pengungsian, sementara sejumlah wilayah pedalaman masih sulit dijangkau karena akses terputus.
Bencana yang melanda hampir seluruh wilayah tengah dan pesisir Aceh—meliputi Aceh Tengah, Aceh Utara, Pidie Jaya, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tamiang, hingga Aceh Singkil—menjadi salah satu yang terparah dalam beberapa dekade terakhir.
Ribuan rumah rusak, jaringan listrik padam, jembatan putus, serta suplai logistik terhambat.
Beberapa kepala daerah sebelumnya mengaku kewalahan karena keterbatasan peralatan evakuasi, minimnya logistik, serta kondisi keuangan daerah yang tidak mampu menanggung skala kerusakan.
Korban Belum Tertolong dan Bantuan Terhambat
Memasuki hari ke-12, laporan dari lapangan menunjukkan masih banyak warga yang belum mendapatkan bantuan.
Di beberapa titik, evakuasi terpaksa dihentikan karena medan yang sulit dan cuaca buruk. Sejumlah warga masih dinyatakan hilang dan belum ditemukan.
Sebagian pengungsi mengaku kesulitan mendapatkan makanan, air bersih, obat-obatan, hingga perlengkapan sanitasi dasar. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya penyakit pascabencana, terutama ISPA, diare, infeksi kulit, serta kelaparan pada kelompok rentan.
Aktivis kemanusiaan menilai lambannya penetapan status bencana dan koordinasi lintas lembaga membuat penanganan darurat berjalan tidak optimal.
Tuntutan Aksi
Syahrul dan dua rekannya menyampaikan tiga tuntutan utama dalam aksi tersebut:
- Menetapkan segera bencana Sumatera, khususnya Aceh, sebagai Bencana Nasional mengingat skala kerusakan yang sangat besar dan melampaui kapasitas pemerintah daerah.
Mendesak Presiden Prabowo bertanggung jawab atas dugaan kerusakan lingkungan yang dituding berkaitan dengan konsesi perusahaan besar yang beroperasi di Aceh.
Memberikan ruang bagi rakyat Aceh menentukan nasib sendiri melalui referendum, apabila pemerintah pusat dinilai terus mengabaikan penderitaan dan keselamatan warga.
Pernyataan menyangkut referendum tersebut disampaikan sebagai bentuk protes politik dan simbolik, mengekspresikan kekecewaan mendalam terhadap respons pemerintah pusat.
Kunjungan Presiden Berlangsung Sesuai Agenda
Meski terjadi aksi protes, kunjungan Presiden Prabowo tetap berlangsung sesuai jadwal. Presiden meninjau pembangunan jembatan Bailey di Teupin Mane, mengecek posko pengungsian, dan berdialog singkat dengan warga terdampak.
Pemerintah pusat sebelumnya menyatakan masih melakukan evaluasi menyeluruh untuk mengukur dampak bencana dan menentukan langkah kebijakan lanjutan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah terkait aksi protes maupun tuduhan para demonstran tersebut.



