Banda Aceh, Infoaceh.net — Di tengah upaya bangkit dari bencana, masyarakat Aceh kembali dihadapkan pada kenyataan pahit.
Setelah kelangkaan BBM dan gas elpiji, kini semen ikut menghilang dari pasaran. Harga bahan bangunan vital itu melonjak tajam hingga menembus Rp90 ribu per sak di sejumlah daerah di Aceh.
Kondisi serupa diduga terjadi di sejumlah wilayah terdampak bencana lainnya.
Situasi ini memicu keresahan publik. Di saat warga berjuang memperbaiki rumah dan menata kembali kehidupan pascabencana, sebagian pelaku usaha justru dituding mempermainkan harga kebutuhan dasar.
Pemerhati Pembangunan dan Kebijakan Publik Aceh, Drs M. Isa Alima, menilai lonjakan harga dan kelangkaan semen sebagai ujian serius bagi kehadiran negara.
Menurutnya, persoalan ini tidak bisa dilihat semata sebagai mekanisme pasar, melainkan menyangkut keadilan sosial dan nurani publik.
“Ketika rakyat berjuang bangkit dari musibah, membenahi rumah yang rusak dan menata kembali kehidupan, harga justru dinaikkan setinggi langit. Ini melukai rasa keadilan,” ujar Isa Alima di Banda Aceh, Ahad (21/12).
Ia menegaskan, kelangkaan semen berdampak langsung pada ekonomi rakyat kecil. Aktivitas pembangunan terhambat, pekerja bangunan kehilangan penghasilan, dan proses pemulihan pascabencana berjalan pincang.
“Yang miskin makin terjepit, yang lemah makin terhimpit,” katanya.
Menurut Isa, kondisi ini menimbulkan kesan seolah negara dan pemerintah daerah menjauh dari penderitaan rakyat.
Ia menekankan hukum tidak boleh berhenti sebagai formalitas, sementara pasar dibiarkan berjalan liar tanpa kendali.
“Negara harus hadir sebagai penjaga keadilan, bukan penonton,” tegasnya.
Karena itu, Isa mendesak pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum untuk segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) secara nyata dan terbuka.
Jika ditemukan praktik penimbunan, permainan harga, atau pemutusan distribusi secara sengaja, ia meminta pelaku ditindak tegas, termasuk pencabutan izin usaha.
“Hukum tidak boleh lunak ketika rakyat sedang terluka,” ujarnya. Ia juga mendorong Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh untuk turun tangan.
Menurutnya, sikap diam bukan pilihan bagi lembaga ekonomi yang seharusnya berdiri bersama rakyat di masa krisis.
“Jika lembaga ekonomi berjarak dari penderitaan masyarakat, maka relevansinya patut dipertanyakan,” kata Isa.
Di akhir pernyataannya, Isa Alima menegaskan, negara jangan menjadi penonton di tengah bencana dan kesusahan rakyat akibat kelangkaan barang dan harga melambung.
“Kehadiran negara tidak boleh ditunda. Bukan esok, bukan nanti. Hari ini. Karena di setiap harga yang dipermainkan, ada air mata rakyat yang jatuh diam-diam. Jika ini terus dibiarkan, yang runtuh bukan hanya bangunan, tetapi juga kepercayaan,” pungkasnya.



