INFOACEH.netINFOACEH.netINFOACEH.net
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Dunia
  • Umum
  • Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Gaya Hidup
Cari Berita
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Font ResizerAa
Font ResizerAa
INFOACEH.netINFOACEH.net
Cari Berita
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Luar Negeri
  • Umum
  • Biografi Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Kesehatan & Gaya Hidup
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Opini

Deforestasi Sawit dan Bencana Aceh yang Diciptakan 

Last updated: Selasa, 30 Desember 2025 19:23 WIB
By Redaksi - Wartawati Infoaceh.net
Share
Lama Bacaan 5 Menit
Banjir dan longsor yang berulang di Aceh tidak lagi layak disebut sebagai musibah alam semata. Ia adalah bencana yang diciptakan
SHARE
Penulis: Sri Radjasa, M.BA (Pemerhati Intelijen)
Banjir dan longsor yang berulang di Aceh Utara dan Bireuen tidak lagi layak disebut sebagai musibah alam semata.
Ia adalah bencana yang diciptakan,disusun perlahan melalui pembiaran, dan dilegitimasi oleh kepentingan ekonomi yang mengorbankan daya dukung lingkungan.
Setiap kali hujan turun deras, rakyat dipaksa menanggung akibat dari keputusan-keputusan yang menjauh dari akal sehat ekologis dan keadilan sosial.
Fakta di lapangan memperlihatkan satu pola yang konsisten, dimana wilayah-wilayah yang paling parah diterjang banjir dan longsor adalah kawasan yang dalam satu dekade terakhir mengalami pembukaan lahan masif, terutama untuk perkebunan sawit.
Hutan yang seharusnya menjadi penyangga alami untuk menyerap air, menahan erosi, dan menjaga keseimbangan hidrologi, telah berubah menjadi hamparan monokultur. Ketika hutan diganti sawit, hujan tak lagi menjadi berkah, melainkan ancaman.
Aceh sejatinya memiliki modal ekologis luar biasa, khususnya dengan keberadaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Namun, kawasan strategis ini terus tergerus oleh aktivitas ilegal dan semi legal yang berlindung di balik izin, relasi kekuasaan, dan lemahnya penegakan hukum.
Di Aceh Utara dan Bireuen, deforestasi bukan cerita abstrak. Ia hadir dalam bentuk desa yang tenggelam, sawah yang hilang, dan warga yang kehilangan masa depan.
Rantai Sawit, Oligarki dan Kebohongan Keberlanjutan
Berbagai temuan investigatif menunjukkan bahwa deforestasi di Aceh tidak berdiri sendiri, melainkan terhubung dengan rantai pasok industri sawit skala nasional hingga global.
Sejumlah perusahaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit beroperasi dengan rekam jejak konflik agraria, dugaan perambahan hutan, hingga persoalan izin yang kedaluwarsa.
Lebih jauh, sawit dari Aceh mengalir ke pasar dunia melalui jejaring perusahaan besar yang mengklaim diri berkomitmen pada prinsip keberlanjutan.
Di atas kertas, jargon nol deforestasi dan investasi hijau terdengar indah. Namun di lapangan, ia kerap menjadi kedok. Pembukaan lahan terus berlangsung, bahkan di kawasan yang seharusnya dilindungi.
Ketika bencana terjadi, tanggung jawab menguap, berganti dengan narasi alam yang disalahkan. Padahal, dalam kajian lingkungan hidup, hubungan sebab-akibatnya jelas, yakni hutan dibabat, daya dukung runtuh, bencana tak terelakkan.
Lebih problematis lagi, praktik-praktik ini sulit dilepaskan dari relasi kekuasaan. Investor sawit tidak bergerak sendirian. Ada jejaring kepentingan yang melibatkan oknum aparat, elite lokal, hingga aktor nasional.
Inilah yang oleh banyak akademisi disebut sebagai state capture, ketika kebijakan dan pengawasan negara “dibajak” oleh kepentingan korporasi.
Dalam situasi seperti ini, hukum lingkungan kehilangan taring, sementara masyarakat menjadi korban permanen.
Aceh juga menghadapi persoalan klasik berupa izin-izin lama yang tak pernah dievaluasi secara serius. Perusahaan dengan HGU kedaluwarsa masih beroperasi, lahan yang seharusnya kembali ke negara terus dieksploitasi, dan pengawasan nyaris nihil. Negara dirugikan, lingkungan hancur, rakyat menderita.
Namun anehnya, semua itu seolah menjadi rahasia umum yang diterima sebagai kenormalan.
Diam yang Berubah Menjadi Kejahatan
Dalam konteks bencana ekologis Aceh, diam bukan lagi emas. Ia adalah bentuk kejahatan pasif. Membiarkan perambahan hutan berarti turut menyetujui banjir berikutnya. Membiarkan izin bermasalah berarti merestui longsor yang akan datang.
Tidak ada ruang lagi untuk kompromi setengah hati, karena yang dipertaruhkan adalah keselamatan rakyat dan keberlanjutan tanah indatu.
Konstitusi dan Undang-undang lingkungan hidup dengan tegas mewajibkan negara melindungi segenap rakyat dan ruang hidupnya. Mandat ini tidak mengenal pengecualian atas nama investasi. Pembangunan yang merusak lingkungan bukan pembangunan, melainkan pemindahan risiko dari pemilik modal kepada masyarakat kecil.
Ketika sawit mendatangkan keuntungan segelintir orang, tetapi menyisakan lumpur bagi ribuan warga, maka ada ketidakadilan struktural yang nyata.
Pemerintah Aceh tidak cukup hanya hadir di lokasi bencana dengan ekspresi empati. Yang dibutuhkan adalah langkah tegas dan terukur berupa audit menyeluruh izin perkebunan, penindakan terhadap perambah hutan baik legal maupun ilegal, serta pemulihan ekologis berbasis sains.
Tanpa itu, Aceh akan terus mengulang siklus duka yang sama, dari satu musim hujan ke musim berikutnya.
Pada akhirnya, bencana di Aceh Utara dan Bireuen adalah cermin pilihan politik dan ekonomi kita. Jika hutan terus dikorbankan demi rente jangka pendek, maka banjir dan longsor akan menjadi warisan yang kita tinggalkan untuk generasi mendatang. 
Pertanyaannya sederhana, sampai kapan Aceh harus membayar mahal kebohongan atas nama pembangunan?
Previous Article Presiden Prabowo Kembali ke Aceh Besok Jelang Pergantian Tahun
Next Article DPR RI Bentuk Satgas Pemulihan Bencana Sumatera, Berkantor di Aceh
Tidak ada komentar

Beri KomentarBatalkan balasan

Populer

Nasional
Jelang Kunjungan Presiden, Hutama Karya Kebut Pembangunan Huntara di Aceh Tamiang  
Selasa, 30 Desember 2025
Siapa Andini Permata Videonya Berdurasi 2 Menit 31 Detik Bareng Adiknya Viral di Medsos
Umum
Siapa Andini Permata? Sosok Fiktif di Balik Video 2 Menit 31 Detik yang Jadi Umpan Penipuan Digital
Jumat, 11 Juli 2025
Umum
Kolonel Windarto Jadi Danrem 012/Teuku Umar, Kolonel Riyandi Aster Kasdam IM
Senin, 29 Desember 2025
Nasional
Presiden Prabowo Kembali ke Aceh Besok Jelang Pergantian Tahun
Selasa, 30 Desember 2025
Aceh
Peringatan BMKG: Hujan Lebat Tiga Hari ke Depan, Warga Aceh Diminta Waspada Banjir
Selasa, 30 Desember 2025

Paling Dikomentari

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah atau Dek Fad saat melepas pelari bercelana pendek di event olahraga FKIJK Aceh Run 2025 yang digelar di lapangan Blang Padang Banda Aceh, Ahad pagi (11/5). (Foto: Dok. Infoaceh.net)
Olahraga

Tanpa Peduli Melanggar Syariat, Wagub Fadhlullah Lepas Pelari Bercelana Pendek di FKIJK Aceh Run

Sabtu, 11 Oktober 2025
Anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil
Aceh

Komisi III DPR RI Minta Polisi Tangkap Gubsu Bobby Terkait Razia Mobil Plat Aceh

Minggu, 28 September 2025
UMKM binaan BRI sukses ekspansi pasar Internasional
Ekonomi

Negara Diam, UMKM Digasak Shopee-Tokopedia-TikTok

Jumat, 25 Juli 2025
Anggun Rena Aulia
Kesehatan & Gaya Hidup

Serba Cepat, Serba Candu: Dunia Baru Gen Z di Media Sosial

Minggu, 19 Oktober 2025
Fenomena penggunaan jasa joki akademik di kalangan dosen untuk meraih gelar profesor mulai menjadi sorotan di Aceh. (Foto: Ilustrasi)
Pendidikan

Fenomena Joki Profesor di Aceh: Ancaman Serius bagi Marwah Akademik

Jumat, 12 September 2025
FacebookLike
XFollow
PinterestPin
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TiktokFollow
TelegramFollow
WhatsAppFollow
ThreadsFollow
BlueskyFollow
RSS FeedFollow

Berita Lainnya

Mayjen TNI (Purn) TA Hafil Fuddin SH SIP MH
Opini

Aceh Tamiang Tak Cukup Diberi Bantuan, Perlu Rekonstruksi Menyeluruh dan Tata Ruang Baru

Selasa, 23 Desember 2025
Opini

Bencana Aceh-Sumatera, Negara Hadir dalam Rapat dan Pidato 

Jumat, 19 Desember 2025
Opini

Indonesia dalam Cengkeraman Kepribadian Otoritarian

Kamis, 18 Desember 2025
Opini

Negara Belum Sepenuhnya Hadir di Tengah Bencana Banjir Aceh

Rabu, 17 Desember 2025
Mahmud Padang (Pemerhati Sosial Politik Aceh, Ketua DPW Alamp Aksi Aceh)
Opini

Drama Nasional di Panggung Bencana Aceh

Jumat, 12 Desember 2025
Lebih 100 organisasi masyarakat sipil melayangkan somasi dan mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional atas banjir-longsor besar yang melanda Aceh-Sumatera. (Foto: Ist)
Opini

Narasi Pemerintah Runtuh: Bencana Sumatera Ungkap Negara Tak Mampu ‘Menangani Sendiri’

Jumat, 12 Desember 2025
Opini

Banjir Sumatera dan Jejak Kayu yang Mengkhianati Hutan

Selasa, 2 Desember 2025
Dr (cand) Yohandes Rabiqy, SE., MM
Opini

250 Ton Beras Masuk Tanpa Izin: Bukti BPKS Terlalu Lama Dibiarkan Tanpa Pengawasan

Senin, 24 November 2025
TAMPILKAN LAINNYA
INFOACEH.netINFOACEH.net
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Right Reserved.
Developed by PT. Harian Aceh Indonesia
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
Logo Info Aceh
Selamat datang di Website INFOACEH.net
Username atau Email Address
Password

Lupa password?