Suara Korban Pelanggaran HAM Simpang KKA: 20 Tahun Damai Aceh, Pemulihan Masih Jauh dari Harapan
Aceh Utara, Infoaceh.net – Dua dekade setelah penandatanganan Perjanjian Damai MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005, suara-suara korban konflik bersenjata di Aceh masih menggema menagih keadilan.
Salah satunya datang dari keluarga Muhammad Syukur, korban selamat Tragedi Simpang KKA pada 3 Mei 1999, yang hingga kini mengalami gangguan kejiwaan akibat luka fisik dan trauma psikis.
Dalam kunjungan silaturahmi pada Kamis, 14 Juli 2025, Koordinator Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA (FK3T-SP.KKA), Murtala (54), menyambangi kediaman keluarga Muhammad Syukur di Kabupaten Bireuen.
Dalam pertemuan itu, kakak korban Sri Wahyuni dan ibunya Kamaliah Amin (73) menyampaikan harapan akan adanya penanganan serius dari Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat terhadap nasib Syukur.
Muhammad Syukur adalah salah satu korban penembakan dalam peristiwa Simpang KKA pada 3 Mei 1999 saat berusia 14 tahun. Ia mengalami luka tembak di bagian perut dan sejak saat itu mengalami gangguan mental.
Kondisi kesehatannya yang tak kunjung pulih telah memupus impiannya untuk melanjutkan pendidikan di dayah, serta membuat keluarganya hidup dalam kesulitan ekonomi.
“Sampai sekarang saya belum bisa melupakan, saya masih trauma,” ujar Kamaliah Amin.
Trauma ini bukan hanya dirasakan oleh satu keluarga. Menurut FK3T-SP.KKA, banyak korban dan penyintas lain yang mengalami nasib serupa: hidup dalam bayang-bayang kekerasan masa lalu tanpa pemulihan trauma yang memadai, dan nyaris tidak tersentuh program pemberdayaan.
“Sudah 26 tahun kami menanti keadilan. Tapi hingga kini, belum ada kejelasan. Kami menuntut bukan hanya pemulihan ekonomi, tetapi juga peradilan,” tegas Murtala, Koordinator FK3T-SP KKA, dalam keterangannya, Rabu 6/8/2025).
Tragedi yang Diakui, Tapi Belum Dipulihkan
Tragedi Simpang KKA menewaskan 21 warga sipil dan melukai 146 orang lainnya. Pada Januari 2023, Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui tragedi tersebut sebagai pelanggaran HAM berat, bersama dengan peristiwa lainnya seperti Rumoh Geudong (Pidie), Pos Sattis (Pidie) dan Jambo Keupok (Aceh Selatan).