Jakarta, Infoaceh.net – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali dilanda dualisme kepemimpinan. Dua tokoh, yakni Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, saling mengklaim sebagai Ketua Umum terpilih meski Muktamar X partai baru memasuki hari pertama pelaksanaan, Sabtu (27/9/2025) di Ancol, Jakarta Utara.
Kisruh bermula ketika Pimpinan Sidang Muktamar X PPP, Amir Uskara, secara resmi menetapkan Mardiono sebagai calon ketua umum terpilih.
Amir menyebut, Mardiono terpilih secara aklamasi karena menjadi satu-satunya calon yang hadir serta mendapat dukungan 1.304 muktamirin pemilik hak suara.
“Selamat Pak Mardiono atas terpilihnya secara aklamasi dalam Muktamar X yang baru saja kami ketok palunya,” kata Amir Uskara dalam konferensi pers, Sabtu malam (27/9).
Menanggapi penetapan itu, Mardiono menyatakan langkah percepatan sidang sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP. Ia menyebut percepatan dilakukan karena adanya tanda-tanda keributan yang berpotensi menggagalkan muktamar.
“Sebagaimana yang diatur dalam pasal 11 AD/ART, maka proses bisa dipercepat. Ini kita anggap sebagai penyelamatan dalam kondisi darurat,” ujar Mardiono.
Namun, penetapan itu langsung menuai penolakan. Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhamad Romahurmuziy (Romy), menyatakan keputusan tersebut tidak sah. Menurutnya, muktamar masih berjalan hingga pukul 22.30 WIB dan belum ada agenda resmi penetapan ketua umum.
“Adanya berita sekitar pukul 21.22 WIB yang menyebut Mardiono terpilih secara aklamasi adalah palsu, klaim sepihak, tidak bertanggung jawab, dan merupakan upaya memecah belah PPP,” tegas Romy dalam rilis tertulis.
Tak berhenti di situ, sebagian kader termasuk Romy kemudian mendeklarasikan Agus Suparmanto, mantan Menteri Perdagangan, sebagai Ketua Umum terpilih.
Mengulang Sejarah Dualisme
Perpecahan kali ini kembali mengingatkan publik pada sejarah panjang dualisme kepemimpinan PPP. Pada 2014, menjelang Pilpres, konflik juga mencuat ketika Romy menolak sikap Ketua Umum saat itu, Suryadharma Ali, yang mendukung pencalonan Prabowo Subianto. Romy menggelar Rapimnas di Jakarta yang menghasilkan pencopotan Suryadharma dari kursi ketua umum.
Di tahun yang sama, PPP bahkan menggelar dua muktamar berbeda: kubu Surabaya yang menetapkan Romy sebagai ketua umum, dan kubu Ancol yang mengukuhkan Djan Faridz. Dualisme itu baru berakhir setelah Mahkamah Agung melalui Peninjauan Kembali (PK) pada 2017 memutuskan kepemimpinan Romy sebagai yang sah, didahului oleh muktamar islah pada 2016.
Kini, dualisme kembali menghantui partai berlambang Ka’bah itu. Belum jelas apakah konflik Muktamar X akan berujung pada islah atau justru memperpanjang tradisi perpecahan di internal PPP.



