Banda Aceh, Infoaceh.net — Pemerintah Aceh menegaskan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar dalam proses masuknya 250 ton beras impor ke kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Pernyataan ini disampaikan Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem menyusul tindakan penyegelan beras oleh Kementerian Pertanian (Kementan) yang dinilai bersifat berlebihan dan tidak mempertimbangkan kekhususan Aceh, terutama Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ).
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, mengatakan bahwa Gubernur Aceh telah menerima seluruh laporan resmi terkait polemik impor beras tersebut dan memastikan proses pemasukan beras dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di kawasan Sabang.
“Gubernur menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang dilanggar oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) maupun pihak mana pun dalam pemasukan 250 ton beras itu. Semuanya dilakukan berdasarkan kewenangan khusus yang diatur Undang-undang, termasuk UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA),” ujar Muhammad MTA dalam keterangannya kepada media, Senin malam (24/11).
Harga Beras di Sabang Melonjak
Salah satu alasan pemerintah mempertimbangkan impor beras adalah tingginya harga beras ketika dipasok dari daratan Aceh.
Kondisi ini membuat beban ekonomi masyarakat Sabang semakin berat. Karena itu, kebijakan memasukkan beras dari luar dipandang sebagai langkah transisi strategis yang berpihak kepada masyarakat.
“Kebijakan ini diambil bukan semata persoalan dagang, tetapi untuk menstabilkan harga pangan bagi warga Sabang. Kawasan bebas memungkinkan mekanisme tersebut,” tambahnya.
Respons Mentan Dinilai Reaksioner
Pemerintah Aceh menilai pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengenai status beras tersebut sebagai “ilegal” sangat tidak tepat dan tidak mempertimbangkan kekhususan Sabang sebagai kawasan bebas.
“Pernyataan itu tidak berdasar dan mereduksi kewenangan Aceh, terutama BPKS yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan. Sabang memiliki regulasi khusus, dan penyataan bahwa beras itu ilegal benar-benar keliru,” tegas Muhammad MTA.
Selain itu, komentar Mentan yang mempertanyakan nasionalisme terkait aktivitas impor tersebut dinilai berlebihan, tendensius, dan tidak sensitif terhadap Aceh sebagai daerah bekas konflik yang kini dipimpin oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem yang merupakan mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Ketika Mentan Amran Sulaiman mempertanyakan nasionalisme atas impor ini, itu justru menyudutkan Aceh sebagai daerah dengan sejarah konflik. Pernyataan seperti itu tidak hanya reaksioner, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketegangan yang tidak perlu,” ujarnya.
Harapan untuk Menjaga Harmoni dan Stabilitas Nasional
Pemerintah Aceh meminta semua pihak, khususnya pejabat pemerintah pusat, untuk lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan publik yang berkaitan dengan kewenangan daerah.
Isu seperti ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme koordinasi yang sehat guna menjaga stabilitas nasional, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk Indonesia yang maju dan kuat.
“Kami berharap ke depan permasalahan seperti ini ditangani dengan cara yang lebih sejuk, saling menghormati kewenangan, dan mengutamakan persatuan,” tegas Muhammad MTA
Minta Beras Segera Diuji Lab dan Dibebaskan
Gubernur Aceh juga meminta Kementan untuk segera melakukan uji laboratorium terhadap beras tersebut sesuai mekanisme hukum. Setelah uji selesai, pemerintah meminta agar beras segera dilepas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sabang.
“Segera lakukan uji lab sesuai aturan, dan setelah itu mohon beras dilepaskan untuk masyarakat. Itu yang paling penting sekarang,” tutupnya.



