Banda Aceh, Infoaceh.net – Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh kembali mencuat ke permukaan. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh mencatat sedikitnya 801 kasus terjadi dalam kurun waktu 10 bulan terakhir tahun 2025.
Temuan ini disampaikan bertepatan dengan dimulainya Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang berlangsung 25 November hingga 11 Desember 2025.
Data tersebut dihimpun dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang saat ini baru tersedia di 13 dari 23 kabupaten/kota di Aceh.
Artinya, perempuan dan anak korban kekerasan di 10 daerah lain belum memiliki akses terhadap layanan resmi pemerintah untuk pelaporan, pendampingan, dan pemulihan.
Kondisi ini dipandang memprihatinkan oleh jaringan gerakan perempuan Aceh. Minimnya layanan perlindungan dianggap memperbesar risiko korban mengalami dampak lanjutan, seperti trauma berkepanjangan, kekerasan berulang, hingga ketidakadilan dalam proses hukum.
Kampanye 16 HAKTP: Serukan Pengembalian Ruang Aman
Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh Hanum menyampaikan, Kampanye 16 HAKTP tahun ini mengusung tema nasional “Kita Punya Andil: Kembalikan Ruang Aman!”. Tema tersebut disebut sangat relevan dengan situasi di Aceh, mengingat angka kekerasan yang terus meningkat sementara layanan perlindungan belum merata.
Gerakan perempuan Aceh, bekerja sama dengan DPPPA Aceh, Polda Aceh, Mahkamah Syariah Banda Aceh, serta Komnas Perempuan, telah menyiapkan serangkaian kegiatan di lima kabupaten/kota. Jenis kegiatannya meliputi diskusi publik, road show, webinar, sosialisasi, talkshow, workshop, kunjungan sekolah dan media, audiensi, kampanye media sosial, hingga dialog antar generasi.
Kampanye akan ditutup dengan Seminar Publik yang direncanakan menghadirkan Ketua Tim Penggerak PKK Aceh serta ketua PKK kabupaten/kota (dalam proses konfirmasi).
Desakan Implementasi Qanun dan Pergub
Dalam momentum kampanye ini, koalisi gerakan perempuan Aceh menegaskan kembali pentingnya implementasi optimal dua regulasi kunci:
Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 57 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Terpadu Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
Implementasi tersebut diyakini hanya dapat berjalan maksimal jika seluruh kabupaten/kota di Aceh segera membentuk UPTD PPA, menyediakan anggaran memadai, dan memastikan kehadiran petugas layanan yang profesional serta berintegritas.
Hak Atas Rasa Aman Harus Dipenuhi Negara
Gerakan perempuan Aceh menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang harus ditangani dengan langkah konkret. Negara, melalui pemerintah daerah, berkewajiban memberikan perlindungan serta memastikan ruang aman bagi perempuan dan anak, tanpa terkecuali di seluruh wilayah Aceh.
“Hak atas rasa aman adalah hak konstitusional setiap warga. Negara tidak boleh abai,” demikian seruan para aktivis perempuan yang terlibat dalam kampanye.
Gebrina Rezeki dari Flower Aceh/Sekolah HAM Flower mengharapkan Kampanye 16 HAKTP 2025 dapat menjadi momentum penting untuk mempercepat pembenahan layanan perlindungan dan memperkuat komitmen pemerintah dalam menghentikan kekerasan berbasis gender di Aceh.
Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh kembali mencuat ke permukaan.



