Infoaceh.net, Banda Aceh — Elemen sipil Aceh yang mendaftarkan Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab ke Tim Penjaringan Partai Aceh mengaku kecewa dan menyesalkan pencoretan ulama yang akrab disapa Tu Sop itu dari bakal calon Wakil Gubernur Aceh pendamping Muzakir Manaf atau Mualem.
“Kami, sebagai bagian dari elemen sipil masyarakat Aceh, merasa perlu menyampaikan pandangan terkait keputusan Tim Seleksi Partai Aceh dalam proses penjaringan calon kepala daerah. Kami meyakini, Mualem merupakan sosok yang baik dan bijak dalam setiap langkah keputusan yang diambil. Dalam setiap kebijakan yang dilaksanakan, Mualem selalu menempatkan kepentingan rakyat Aceh di atas kepentingan sektoral atau kelompok tertentu. Namun, keputusan terbaru yang diambil oleh Tim Seleksi, yang tampaknya mengeliminasi beberapa tokoh potensial dari proses seleksi, mengundang kekhawatiran.
Kami khawatir langkah ini dapat menimbulkan persepsi bahwa Tim Seleksi tidak sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi rakyat Aceh,” ujar Verri Al-Buchari, mewakili elemen sipil yang mendaftarkan Tu Sop, dalam keterangannya, Rabu malam (31/7/2024).
Menurut Verti, pihaknya menghargai hak prerogatif partai politik dalam menentukan keputusan. Namun, Verri merasa perlu meluruskan beberapa hal penting terkait pencalonan Tu Sop kandidat wakil gubernur.
“Pertama-tama, kami tegaskan bahwa Tu Sop tidak pernah mendaftar sebagai calon wakil gubernur melalui Partai Aceh. Yang terjadi adalah bahwa kami sebagai elemen sipil, mengusulkan nama Tu Sop untuk dipertimbangkan sebagai calon wakil gubernur mendampingi Mualem. Karena itu, tidak ada penilaian lulus atau tidak lulus atau memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat terhadap Tu Sop, karena ia tidak pernah resmi mendaftar. Sangat tidak tepat jika ada penilaian mengenai kelulusan seseorang yang tidak pernah mendaftar,” ungkap Verri Al Buchari.
Yang kedua, sebelumnya elemen masyarakat sipil Aceh berharap bahwa Partai Aceh sebagai partai yang mengklaim modernitas, akan membuka kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pencalonan.
Pada prinsipnya, demokrasi menuntut agar keputusan terkait calon Gubernur atau Wakil Gubernur melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemilik suara. Karena itu, kami mengharapkan Partai Aceh tidak hanya mempertimbangkan calon-calon yang mendaftar secara resmi, tetapi juga memberikan ruang bagi usulan masyarakat.
Jika usulan masyarakat tidak dipertimbangkan atau tidak memenuhi syarat, maka masyarakat berhak menilai dan memberikan penilaian terhadap calon yang diusung oleh partai.
“Kami memahami tidak semua usulan masyarakat akan diterima partai politik. Namun, yang terpenting adalah, masyarakat memiliki kesempatan menyampaikan aspirasi mereka. Kami, sebagai elemen masyarakat, telah berusaha mengusulkan nama-nama yang dianggap sesuai kebutuhan rakyat. Kami menyadari bahwa partai politik adalah jalur utama dalam pencalonan pemimpin, dan karena itu, kami menyampaikan usulan ini kepada Partai Aceh dengan harapan agar aspirasi masyarakat diperhitungkan.
Kami menerima dengan lapang dada jika usulan kami tidak diterima. Yang kami harapkan adalah bahwa proses ini berlangsung secara adil dan transparan, dengan tetap memberi ruang bagi aspirasi masyarakat. Penting untuk diingat, usulan yang kami sampaikan adalah representasi dari keinginan masyarakat, bukan sekadar keinginan pribadi individu.
Kami berharap agar Partai Aceh dapat memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspirasi dalam proses pencalonan ini, sehingga hasil akhir dapat mencerminkan kepentingan dan harapan rakyat Aceh secara keseluruhan,” sebutnya.
Ketiga, lanjut Verri, meskipun usulan tidak diterima oleh Partai Aceh, elemen masyarakat sipil Aceh tidak merasa kecil hati. Karena memahami, bahkan usulan dari tokoh politik besar seperti Ahmad Muzani, Sekjen Partai Gerindra, juga tidak diterima oleh Partai Aceh.
Ini menunjukkan tidak hanya elemen sipil yang menghadapi tantangan dalam proses seleksi.
“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada partai politik untuk menentukan calon pemimpin secara independen dan profesional. Kami akan menunggu hasil keputusan dan masyarakat akan menilai calon tersebut berdasarkan hasil akhir,” ungkapnya.
Ditambahkan Verri, pihaknya khawatir bahwa Tim Seleksi dari Partai Aceh terlalu tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan.
“Karena setahu kami, di Partai Aceh, pengambil keputusan adalah Wali Nanggroe dan Mualem, yang selama ini dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan mengutamakan kepentingan rakyat Aceh. Jika Mualem memilih Tu Sop sebagai pendampingnya, maka hal itu perlu dipertimbangkan secara serius oleh Partai Aceh. Ketidakpahaman terhadap pentingnya kekompakan antara Gubernur dan Wakil Gubernur dapat menimbulkan masalah dan polemik di kemudian hari.
Kami mengingatkan bahwa selera dan harapan rakyat tidak selalu sejalan dengan penilaian Tim Seleksi. Karena itu, seharusnya Tim Seleksi dapat memberikan kesempatan kepada semua bakal calon yang mendaftar dan didaftarkan. Semakin banyak tokoh yang diuji, semakin banyak pula ide dan program inovatif yang dapat dihasilkan untuk kepentingan rakyat Aceh.
Dengan digugurkannya empat tokoh potensial, kami khawatir akan berkurangnya ide-ide konstruktif dan rencana pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Kami merasa bahwa Tim Pansel perlu mempertimbangkan kembali pendekatannya dan lebih terbuka dalam proses seleksi. Sikap yang lebih fleksibel dan inklusif akan memberikan ruang bagi berbagai perspektif dan ide yang dapat memperkaya rencana pembangunan Aceh ke depan.
Kami berharap agar semua pihak dapat bekerja sama memastikan proses seleksi ini benar-benar mencerminkan kebutuhan dan harapan rakyat Aceh.