Diakui UNESCO, Naskah Hikayat Aceh Banyak yang Hilang
Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang diwakili Kepala Tata Usaha UPTD Museum Aceh, Nurhasanah, mengajak masyarakat memanfaatkan museum sebagai tempat belajar budaya dan sejarah.
“Ada 1.600 naskah di Museum Aceh yang bisa dipelajari untuk kepentingan kemajuan budaya dan peradaban Aceh,” ujarnya.
Sementara Prof Yusny Saby selaku Majelis Kehormatan MASA menegaskan pengakuan UNESCO terhadap Hikayat Aceh menandakan tingginya peradaban Aceh masa silam.
“Pertanyaannya sekarang, sudah sejauh mana kita berjihad untuk menghasilkan karya besar dan merawat warisan leluhur?” ujarnya.
TA Sakti mengungkapkan Hikayat Aceh belum begitu dikenal masyarakat Aceh karena ditulis dalam bahasa Melayu dengan hanya sedikit kosakata Aceh.
“Bahasa Aceh saat itu justru memperkaya bahasa Melayu,” katanya.
Ia juga menambahkan naskah Hikayat Aceh yang diakui UNESCO banyak yang hilang, terutama bagian yang mengisahkan kiprah Sultan Iskandar Muda.
Menariknya, naskah ini pernah digunakan Belanda pada 1847 untuk mempelajari Aceh sebelum melancarkan agresi pada 1873.
Drs Nurdin AR, dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry, dalam materinya “Hamzah Fansuri dan Karya-Karya Tasaufnya”, menyebut Hamzah Fansuri sebagai penyair Melayu terbesar asal Aceh, pencipta karya sastra tinggi baik dalam bentuk prosa maupun puisi.
Sebagian besar karya Fansuri dimusnahkan akibat kontroversi ajaran Wahdatul Wujud, namun beberapa masih bertahan seperti Syarabul ‘Asyikin, Zinatul Muwahhidin, dan kumpulan syair ruba’i.
“Untuk memahami karya Hamzah Fansuri dibutuhkan keahlian khusus, bahkan perlu membaca syarah karya lain seperti yang ditulis Syamsuddin Sumatrani,” jelas Nurdin.
Filolog Aceh, Hermansyah, menambahkan pengakuan UNESCO terhadap Hikayat Aceh dan karya Hamzah Fansuri adalah anugerah bagi Aceh.
“Ini bentuk promosi dan pengakuan internasional terhadap khazanah literasi dan budaya Aceh,” ujarnya.
Ia menyebut saat ini hanya terdapat tiga naskah Hikayat Aceh yang diketahui: satu di Perpustakaan Nasional dan dua di Leiden, Belanda.