Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Empat Pulau Aceh Pindah ke Sumut, Kebijakan Mendagri Langgar UUPA dan MoU Helsinki

“Kami tidak ingin kedamaian yang telah kami rasakan selama 20 tahun terakhir ternodai oleh keputusan yang tidak sensitif terhadap sejarah dan perasaan masyarakat Aceh. Ini bukan hanya soal batas wilayah, ini soal keadilan dan penghargaan terhadap kesepakatan damai yang sudah kami jaga bersama,” tutup Taqwaddin.
Empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil, ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025

Banda Aceh, Infoaceh.netKetua Majelis Pengurus Wilayah Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Aceh, Dr Taqwaddin Husin, menegaskan bahwa kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang memindahkan empat pulau dari Aceh ke Provinsi Sumatera Utara merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2026 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.

Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Keempatnya selama ini secara historis masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil, namun dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

“Ini adalah kebijakan eksekutif yang tidak hanya politis tapi juga menyentuh marwah masyarakat Aceh. Karena itu, tidak pantas jika disarankan diselesaikan melalui jalur yudikatif. Kami menolak pendekatan semacam itu,” ujar Dr. Taqwaddin, yang juga akademisi hukum Universitas Syiah Kuala dan Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor, Rabu (11/6).

Menurutnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan Pasal 8 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang mewajibkan konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh dalam setiap kebijakan administratif yang menyangkut langsung wilayah Aceh. Namun dalam kasus ini, tidak ada konsultasi yang dilakukan.

Selain melanggar UUPA, kebijakan itu juga dianggap mencederai MoU Helsinki yang menjadi dasar perdamaian Aceh. Dalam poin 1.1.4 MoU disebutkan bahwa batas wilayah Aceh mengacu pada peta 1 Juli 1956.

“Keputusan Mendagri ini sama sekali tidak mempertimbangkan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dr Taqwaddin mengingatkan bahwa dalam Pembukaan MoU Helsinki, kedua belah pihak menegaskan komitmen untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, bermartabat, dan berkeadilan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ia khawatir kebijakan ini bisa membuka luka lama yang belum benar-benar sembuh.

author avatar
Redaksi
Redaksi INFOACEH.net

Lainnya

Data kontak yang digunakan pelaku, lengkap dengan foto profil dan nama Nasir Nurdin, Ketua PWI Aceh. (Foto: Tangkapan layar)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tutup